STRATEGI DAKWAH HUMANISTIK DI WILAYAH PESISIR INDRAMAYU: KAJIAN PSIKOLOGIS DAN SOSIAL-RELIGIUS Hendri Imam Santoso1. Budicharles608@gmail.com Rosyadi2.. rosyadi.suksesbersama87@gmail.com Tarso3. Tarso1234@gmail.com Hamdani4 .hamdani.faqoth77@gmail.com SEKOLAH TINGGI ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM NAHDATUL ULAMA INDRAMAYU1234 Abstract Coastal communities possess unique social characteristics and deep-rooted traditions, making conventional preaching approaches less effective. This study aims to examine humanistic da'wah strategies in the coastal area of Indramayu through a psychological and socio-religious lens. A qualitative descriptive method was employed, utilizing in-depth interviews and participatory observation with religious leaders, fishermen, and coastal families. The findings indicate that da'wah emphasizing empathy, persuasive communication, and understanding of the community's emotional and economic realities significantly improves message reception. The humanistic approach effectively fosters spiritual awareness and strengthens social cohesion among coastal residents. In conclusion, da'wah grounded in human psychology and socio-religious values leads to deeper and more sustainable religious transformation. Keywords: Humanistic da'wah, psychological approach, coastal community, socio-religious values, Indramayu Abstrak Masyarakat pesisir memiliki karakter sosial yang unik, penuh dinamika ekonomi, dan berakar kuat pada tradisi lokal, sehingga pendekatan dakwah konvensional sering kali kurang efektif. Penelitian ini bertujuan mengkaji strategi dakwah humanistik di wilayah pesisir Indramayu dengan meninjau aspek psikologis dan sosial-religius yang membentuk perilaku keagamaan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipatif terhadap tokoh agama, nelayan, dan keluarga pesisir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dakwah yang menekankan empati, komunikasi persuasif, serta pemahaman terhadap kondisi emosional dan ekonomi masyarakat mampu meningkatkan penerimaan pesan keagamaan secara signifikan. Pendekatan humanistik terbukti efektif dalam menumbuhkan kesadaran spiritual dan memperkuat kohesi sosial di masyarakat pesisir. Kesimpulannya, dakwah yang berpijak pada psikologi kemanusiaan dan nilai sosial-religius menghasilkan perubahan keagamaan yang lebih mendalam dan berkelanjutan. Kata kunci: Dakwah humanistik, psikologi dakwah, masyarakat pesisir, sosial-religius, Indramayu Pendahuluan Wilayah pesisir Indramayu merupakan kawasan yang memiliki kehidupan sosial yang sangat dinamis, dengan masyarakat yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan pedagang kecil. Aktivitas ekonomi yang bergantung pada laut membentuk karakter masyarakat yang keras, terbuka, dan adaptif terhadap perubahan, namun sering kali juga rentan terhadap tekanan psikologis dan sosial. Kondisi ini menjadikan pendekatan dakwah yang bersifat normatif dan tekstual semata kurang mampu menyentuh sisi batiniah masyarakat pesisir. Kajian literatur sebelumnya menunjukkan bahwa dakwah di wilayah pesisir kerap menghadapi tantangan komunikasi, baik karena faktor bahasa, tingkat pendidikan, maupun persepsi terhadap agama sebagai beban moral. Pendekatan dakwah tradisional yang bersifat satu arah sering kali gagal menumbuhkan kesadaran spiritual yang mendalam. Sejumlah penelitian terbaru (Fauzia & Rahman, 2023; Mahendra & Yuliani, 2024) menegaskan perlunya strategi dakwah yang lebih partisipatif dan berbasis empati agar mampu membangun hubungan emosional yang kuat antara dai dan masyarakat. Pendekatan psikologis dalam dakwah menempatkan manusia sebagai subjek aktif yang memiliki kebutuhan emosional dan spiritual. Konsep ini sejalan dengan pandangan humanistic psychology dari Carl Rogers yang menekankan pentingnya empati dan penerimaan tanpa syarat (unconditional positive regard) dalam proses pembinaan. Dalam konteks dakwah, pendekatan ini menuntut seorang dai untuk memahami latar belakang sosial dan emosional mad'u agar pesan keagamaan dapat diterima secara sadar dan sukarela. Secara sosial-religius, masyarakat pesisir Indramayu memiliki tingkat religiusitas yang fluktuatif. Tradisi keagamaan bercampur dengan adat lokal, seperti ritual laut dan sedekah bumi, yang meskipun mengandung nilai spiritual, kadang menimbulkan ambiguitas dalam praktik tauhid. Oleh karena itu, strategi dakwah yang humanistik tidak dimaksudkan untuk menghapus tradisi, melainkan mengintegrasikannya dengan nilai-nilai Islam yang mencerahkan. Penelitian sebelumnya (Ariani & Setyawan, 2024) menunjukkan bahwa keberhasilan dakwah di komunitas marjinal sangat dipengaruhi oleh kedekatan emosional antara dai dan mad'u. Di sinilah pendekatan psikologis berperan penting, karena mampu menumbuhkan kepercayaan dan membuka ruang dialog. Dakwah tidak lagi dilihat sebagai proses menyampaikan dogma, tetapi sebagai upaya membimbing dengan kasih sayang dan memahami kebutuhan spiritual masyarakat. Dalam konteks sosial-keagamaan Indramayu, muncul kebutuhan mendesak untuk menghadirkan model dakwah yang lebih humanis dan kontekstual. Dai perlu memahami realitas hidup nelayan-seperti ketidakpastian hasil tangkapan, beban ekonomi, dan konflik sosial-sebagai bagian dari dinamika psikologis yang memengaruhi cara mereka beragama. Pendekatan psikologis membantu dai mengenali tekanan emosional ini sehingga pesan dakwah menjadi lebih relevan dan menenangkan. Penelitian ini juga melihat fenomena meningkatnya pengaruh media sosial dalam kehidupan masyarakat pesisir. Banyak tokoh agama lokal kini menggunakan platform digital seperti Facebook dan WhatsApp untuk menyebarkan pesan keagamaan. Namun tanpa strategi komunikasi yang berbasis psikologi, pesan dakwah digital sering kehilangan sentuhan emosional dan justru menimbulkan jarak dengan masyarakat. Untuk itu, penting dilakukan kajian mendalam tentang strategi dakwah humanistik yang tidak hanya fokus pada penyampaian ajaran, tetapi juga pada transformasi perilaku dan kesejahteraan psikologis masyarakat pesisir. Kajian ini akan meninjau integrasi antara nilai-nilai kemanusiaan, psikologi Islam, dan pendekatan sosial dalam membangun pola dakwah yang efektif dan berkelanjutan. Dengan menggabungkan perspektif psikologis dan sosial-religius, penelitian ini diharapkan mampu memberikan model dakwah yang lebih adaptif terhadap kebutuhan masyarakat pesisir. Pendekatan ini akan memperkaya khazanah keilmuan dakwah kontemporer sekaligus memberikan manfaat praktis bagi para dai dan lembaga keagamaan dalam mengembangkan metode dakwah berbasis empati dan pemberdayaan. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengembangkan strategi dakwah humanistik di wilayah pesisir Indramayu dengan meninjau aspek psikologis dan sosial-religius, serta menggali model pendekatan yang mampu meningkatkan kesadaran spiritual dan kesejahteraan mental masyarakat pesisir. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dengan paradigma konstruktivistik yang menekankan pemahaman mendalam terhadap pengalaman sosial dan psikologis masyarakat pesisir Indramayu. Pendekatan ini dipilih karena mampu menangkap makna dan dinamika yang muncul secara alami dalam proses dakwah di lapangan. Tujuannya bukan untuk menggeneralisasi, tetapi untuk memahami secara holistik bagaimana strategi dakwah humanistik dapat membentuk kesadaran spiritual dan kesejahteraan psikologis masyarakat pesisir. Lokasi penelitian dilakukan di tiga kecamatan pesisir Kabupaten Indramayu, yaitu Eretan, Juntinyuat, dan Pasekan, yang memiliki karakter sosial dan religiusitas yang beragam. Wilayah ini dipilih karena menjadi representasi kehidupan masyarakat pesisir dengan tantangan ekonomi, sosial, dan spiritual yang khas. Kondisi geografis dan mata pencaharian sebagai nelayan menjadikan masyarakat di wilayah ini memiliki pola pikir terbuka, namun juga menghadapi tekanan psikologis dan spiritual yang kompleks. Subjek penelitian terdiri atas tokoh agama lokal, dai, nelayan, dan keluarga pesisir yang terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Penentuan partisipan dilakukan dengan purposive sampling, dengan kriteria bahwa responden telah terlibat minimal tiga tahun dalam kegiatan dakwah atau pembinaan masyarakat pesisir. Total terdapat 12 informan utama yang diwawancarai secara mendalam untuk menggali pengalaman, persepsi, dan strategi dakwah yang telah dilakukan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (in-depth interview), observasi partisipatif, dan dokumentasi kegiatan dakwah di lapangan. Wawancara semi-terstruktur digunakan untuk memungkinkan fleksibilitas dalam menggali pandangan personal dan konteks psikologis responden. Observasi dilakukan pada kegiatan pengajian, dakwah lapangan, dan interaksi sosial di lingkungan pesisir guna memahami situasi sosial secara utuh. Untuk menjaga keabsahan data (validitas dan reliabilitas), peneliti menerapkan teknik triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber dilakukan dengan membandingkan informasi dari tokoh agama, masyarakat, dan dokumentasi kegiatan dakwah, sedangkan triangulasi metode dilakukan dengan menggabungkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumen. Selain itu, dilakukan proses member checking untuk memastikan interpretasi peneliti sesuai dengan realitas pengalaman partisipan. Data dianalisis menggunakan model interaktif Miles, Huberman, dan Saldaņa (2018) yang meliputi tiga tahap utama: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan dengan menyeleksi informasi yang relevan dengan fokus penelitian, yaitu aspek psikologis dan sosial-religius dalam dakwah humanistik. Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi tematik yang menggambarkan pola-pola komunikasi dakwah, respons emosional masyarakat, dan dinamika perubahan perilaku keagamaan. Seluruh proses penelitian dilakukan dengan memperhatikan etika penelitian sosial-keagamaan. Peneliti menjaga kerahasiaan identitas informan dan memastikan bahwa proses wawancara tidak menimbulkan tekanan psikologis. Izin lisan dan tertulis (informed consent) diperoleh sebelum wawancara dilakukan, dan partisipan diberi kebebasan untuk menghentikan partisipasi kapan saja. Pendekatan ini mencerminkan semangat dakwah humanistik yang menempatkan manusia sebagai subjek, bukan objek penelitian. Dengan pendekatan metodologis ini, penelitian diharapkan mampu menghasilkan gambaran komprehensif tentang bagaimana strategi dakwah humanistik dapat diterapkan secara efektif di wilayah pesisir Indramayu. Metode kualitatif memungkinkan peneliti memahami hubungan antara psikologi kemanusiaan, nilai-nilai sosial-religius, dan praktik dakwah kontekstual yang menjadi ciri khas masyarakat pesisir. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini menemukan bahwa strategi dakwah humanistik di wilayah pesisir Indramayu memiliki kekhasan yang berpijak pada konteks sosial, budaya, dan psikologis masyarakat nelayan. Dakwah di wilayah ini tidak hanya menekankan aspek penyampaian ajaran agama, tetapi juga pada pendekatan empatik dan partisipatif yang menumbuhkan rasa saling percaya antara dai dan masyarakat. Pendekatan yang berorientasi pada kemanusiaan terbukti mampu membangun jembatan emosional yang memperkuat penerimaan pesan dakwah dan meningkatkan kesadaran spiritual masyarakat. 1. Dimensi Psikologis dalam Dakwah Humanistik Hasil wawancara menunjukkan bahwa masyarakat pesisir memiliki tingkat stres dan tekanan emosional yang cukup tinggi akibat faktor ekonomi, ketidakpastian hasil tangkapan, serta masalah sosial keluarga. Dalam konteks ini, pendekatan dakwah yang kaku dan menggurui justru menimbulkan resistensi. Sebaliknya, ketika dai menampilkan empati, mendengarkan keluh kesah, dan menggunakan bahasa yang sederhana, masyarakat lebih terbuka menerima pesan keagamaan. Temuan ini sejalan dengan penelitian Ariani & Setyawan (2024) yang menyatakan bahwa pendekatan psikologis dalam dakwah meningkatkan *emotional engagement* antara komunikator dan komunikan. Selain itu, konsep *active listening* dan *non-judgmental approach* yang diterapkan para dai lokal terbukti membantu mengurangi resistensi masyarakat terhadap pesan moral dan ajaran agama. 2. Pendekatan Sosial-Religius dan Kearifan Lokal Aspek sosial-religius menjadi kekuatan utama dalam strategi dakwah di pesisir Indramayu. Dai yang berhasil membangun hubungan sosial melalui kegiatan gotong royong, pengajian keluarga, dan partisipasi dalam kegiatan adat menunjukkan efektivitas lebih tinggi dalam menyebarkan nilai-nilai Islam. Dakwah yang diintegrasikan dengan tradisi lokal seperti sedekah laut dan tahlilan laut bila diarahkan dengan bijak mampu menjadi media transformasi spiritual tanpa menimbulkan benturan budaya. Penelitian ini mendukung temuan Fauzia & Rahman (2023) yang menegaskan bahwa integrasi antara nilai agama dan kearifan lokal memperkuat efektivitas dakwah pada komunitas tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa dakwah humanistik bukan berarti kompromi terhadap prinsip agama, tetapi justru merupakan cara menanamkan nilai Islam secara lembut dan relevan dengan kehidupan masyarakat. 3. Peran Empati dan Komunikasi Persuasif Hasil lapangan memperlihatkan bahwa empati dan komunikasi persuasif merupakan kunci keberhasilan dakwah di masyarakat pesisir. Dai yang menggunakan pendekatan dialogue-based preaching dan storytelling approach dinilai lebih mampu menyentuh hati masyarakat dibandingkan metode ceramah formal. Penggunaan kisah-kisah inspiratif dari kehidupan nelayan dan tokoh lokal meningkatkan kedekatan psikologis antara dai dan jamaah. Pendekatan ini selaras dengan teori komunikasi humanistik yang dikemukakan Mahendra & Yuliani (2024), bahwa keberhasilan komunikasi keagamaan bergantung pada kemampuan komunikator memahami perasaan dan kebutuhan audiens. Dalam konteks pesisir, kepekaan terhadap dinamika sosial dan psikologis masyarakat menjadi elemen utama yang menentukan keberhasilan dakwah. 4. Dampak Dakwah terhadap Kesejahteraan Psikologis dan Sosial Penerapan strategi dakwah humanistik memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan psikologis dan sosial masyarakat pesisir. Beberapa responden mengaku merasa lebih tenang, sabar, dan optimis setelah mengikuti kegiatan dakwah berbasis pendekatan empati. Mereka juga menunjukkan peningkatan dalam praktik keagamaan seperti salat berjamaah, keaktifan dalam majelis taklim, dan kepedulian terhadap sesama. Selain perubahan individu, penelitian ini juga menemukan pergeseran budaya religius yang lebih inklusif di tingkat komunitas. Hubungan sosial antarwarga menjadi lebih harmonis, dan konflik kecil dapat diselesaikan melalui musyawarah berbasis nilai keagamaan. Hal ini mengindikasikan bahwa dakwah humanistik bukan hanya mentransformasikan spiritualitas, tetapi juga memperkuat solidaritas sosial dan memperbaiki kesehatan mental masyarakat pesisir. 5. Dakwah sebagai Proses Psiko-Sosial dan Spiritualitas Dari temuan lapangan, dapat disimpulkan bahwa dakwah di wilayah pesisir Indramayu harus dipahami sebagai proses psiko-sosial dan spiritualitas yang saling terkait. Pendekatan yang menyeimbangkan aspek rasional, emosional, dan spiritual akan menghasilkan perubahan perilaku keagamaan yang lebih mendalam dan berkelanjutan. Para dai perlu mengembangkan *soft skill* psikologis seperti empati, komunikasi efektif, dan kesadaran sosial agar pesan keagamaan dapat diinternalisasi secara alami oleh masyarakat. Pendekatan ini sejalan dengan gagasan Nurhayati & Hasanah (2023) yang menekankan pentingnya *Islamic counseling-based da'wah* dalam membangun kesejahteraan mental dan spiritual umat. Dalam konteks masyarakat pesisir, dakwah humanistik menjadi sarana pemberdayaan yang bukan hanya mengajarkan agama, tetapi juga menguatkan ketahanan psikologis dan sosial masyarakat menghadapi tantangan kehidupan modern. Penelitian ini menegaskan bahwa strategi dakwah humanistik di wilayah pesisir Indramayu memiliki dimensi psikologis dan sosial-religius yang saling melengkapi. Pendekatan empatik, partisipatif, dan berbasis kearifan lokal terbukti efektif dalam meningkatkan penerimaan ajaran Islam serta memperkuat kesejahteraan mental masyarakat. Simpulan Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi dakwah humanistik di wilayah pesisir Indramayu merupakan pendekatan yang efektif dalam membangun kesadaran keagamaan dan kesejahteraan psikologis masyarakat melalui komunikasi empatik, partisipatif, dan berbasis kearifan lokal. Dengan memadukan aspek psikologis dan sosial-religius, para dai mampu memahami kondisi emosional, sosial, serta budaya masyarakat nelayan sehingga pesan dakwah dapat diterima dengan lebih hangat dan bermakna. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat spiritualitas, tetapi juga menumbuhkan solidaritas sosial dan keseimbangan mental masyarakat pesisir. Dengan demikian, dakwah humanistik berpotensi menjadi model dakwah berkelanjutan yang menempatkan nilai kemanusiaan sebagai inti dari transformasi keagamaan di wilayah pesisir Indonesia. Daftar pustaka Ariani, S., & Setyawan, R. (2024). *Pendekatan Psikologis dalam Komunikasi Dakwah: Studi Empati dan Engagement Jamaah. Jurnal Komunikasi Islam, 12(1), 45-60. [https://doi.org/10.21009/jki.v12i1.204](https://doi.org/10.21009/jki.v12i1.204) Fauzia, N., & Rahman, A. (2023). Integrasi Nilai Agama dan Kearifan Lokal dalam Dakwah Komunitas Tradisional. Jurnal Dakwah dan Sosial Keagamaan, 9(2), 87-103. [https://doi.org/10.23917/jds.v9i2.321](https://doi.org/10.23917/jds.v9i2.321) Mahendra, T., & Yuliani, P. (2024). Humanistic Communication and Da'wah Effectiveness: A Psychological Perspective. Indonesian Journal of Islamic Communication, 6(1), 15-32. [https://doi.org/10.25077/ijic.v6i1.451](https://doi.org/10.25077/ijic.v6i1.451) Nurhayati, L., & Hasanah, S. (2023). Islamic Counseling-Based Da'wah for Mental and Spiritual Wellbeing in Coastal Communities. Al-Hikmah: Journal of Islamic Studies, 11(3), 112-128. [https://doi.org/10.24260/alhikmah.v11i3.213](https://doi.org/10.24260/alhikmah.v11i3.213) Sutrisno, A., & Handayani, E. (2025). Strategi Dakwah Kontekstual di Masyarakat Maritim: Studi Kasus di Indramayu Pesisir. Jurnal Dakwah dan Pengabdian Umat, 5(1), 1-18. [https://doi.org/10.37421/jdpu.v5i1.512](https://doi.org/10.37421/jdpu.v5i1.512) Yulanda, M., & Nasution, R. (2024). Dakwah Partisipatif dan Transformasi Sosial di Wilayah Pesisir Utara Jawa. Jurnal Sosiologi Agama, 8(4), 56-70. [https://doi.org/10.31004/jsa.v8i4.211](https://doi.org/10.31004/jsa.v8i4.211)