SENI GOLOK KALA PETOK, GAYA MAKNA DAN LEGISLASI KAJIAN ETNOGRAFI DALAM TRADISI PENCA ALIRAN SANG MAUNG BODAS Sulaeman Malik Ardi1, Siti Robiah Sopaniah 2 Universitas Terbuka1, Universitas Pendidikan Indonesia2, sulaemanmalikardi@gmail.com Info Artikel Abstrak Riwayat artikel: Submit: Bulan XX, 20XX Review: Bulan XX, 20XX Publish: Bulan XX, 20XX (Cambria 9) Seni tradisi di Indonesia menghadapi tantangan besar dari modernisasi, ditandai dengan menurunnya minat generasi muda terhadap budaya lokal. Golok Kala Petok sebuah mahakarya dari KH. M. Fajar Laksana, Guru Besar Pencak Silat Sang Maung Bodas, muncul sebagai respons kontemporer. Seni Golok Kala Petok menyatukan aspek bela diri, seni pertunjukan, dan praktik spiritual (dzikir) dengan landasan filosofis Sunda-Islam. Penelitian ini bertujuan mengkaji secara mendalam tiga dimensi utama Seni Golok Kala Petok: gaya koreografi (Gaya), nilai filosofis dan pendidikan karakter (Makna), serta strategi pelestarian melalui perlindungan Kekayaan Intelektual (Legislasi). Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi kualitatif naturalistik. Pengumpulan data dilakukan melalui triangulasi teknik, meliputi observasi partisipatif di lingkungan Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, wawancara mendalam dengan narasumber kunci, dan studi dokumentasi, termasuk sertifikat Hak Cipta No. 000329868/2022. Analisis data mengikuti model Miles dan Huberman (reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan). Golok Kala Petok menampilkan gaya pertunjukan religius-ritmis dengan gerakan inti simbolis yang merepresentasikan pensucian kalbu (dzikir). Makna filosofisnya berakar pada kedekatan spiritual dengan Tuhan dan terintegrasi dalam sistem pendidikan karakter 'Lima Ng' pesantren (Ngaji, Ngéjo, Ngajaga diri, Ngajaga Lingkungan, Ngajago). Legalisasi Golok Kala Petok melalui Hak Cipta menunjukkan model pelestarian budaya tradisional yang adaptif dan proaktif di era modern. GKP bukan hanya seni bela diri, melainkan telah bertransformasi menjadi sarana dakwah, pendidikan moral, dan aset kebudayaan yang terjamin legalitasnya. Kata Kunci : Budaya Sunda, Dzikir, Etnografi, Golok Kala Petok, Hak Cipta PENDAHULUAN Dalam tradisi Sunda dan Banten, pencak silat berfungsi tidak hanya sebagai pertahanan diri, tetapi juga sebagai sarana penyucian batin. Golok Kala Petok menafsirkan nilai tersebut dengan simbol-simbol dzikir yang digerakkan secara koreografis. Gerakan utama-menarik golok dari bawah ke atas sambil melafazkan La ilaha illallah-melambangkan pembelahan dada sebagaimana kisah Nabi Muhammad Saw yang disucikan oleh Malaikat Jibril (Imanudin Iim, Nurlaila Lia, 2024). Warisan ini berasal dari keluarga Raden Sumawinata, keturunan Pangeran Sogiri dari Kesultanan Banten, yang diwariskan secara turun-temurun kepada KH. M. Fajar Laksana. Seni ini kemudian memperoleh pengakuan hukum melalui hak cipta No. 000329868/2022 dari Kemenkumham RI, menjadikannya karya seni tradisi yang legal, spiritual, dan modern (Ruswandi, 2024). Indonesia dianugerahi kekayaan budaya yang memukau, terdiri dari ribuan etnis dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Warisan budaya ini merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya dan berfungsi sebagai ciri khas kepribadian nasional. Namun, seiring dengan kemajuan era Society 5.0, di mana teknologi informasi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, tradisi lokal menghadapi tantangan serius. Data menunjukkan adanya penurunan minat generasi muda, khususnya Generasi Z (kelahiran 1997-2012), terhadap seni dan budaya tradisional. Penurunan ini bahkan mencapai 50%, menimbulkan kekhawatiran akan krisis kebudayaan di masa mendatang jika regenerasi pemangku budaya terhenti (Hafidz et al., 2024). Dalam konteks kebudayaan Sunda dan Banten, salah satu warisan yang sarat makna adalah Pencak Silat. Pencak Silat di daerah ini secara historis memiliki peran ganda: sebagai pertahanan diri dan sebagai simbol peradaban. Pada masa lampau, senjata tradisional seperti golok tidak hanya digunakan sebagai alat kerja sehari-hari oleh petani, tetapi juga sebagai alat pertahanan oleh para jawara. Sosok jawara, yang sering digambarkan membawa golok dan memiliki ilmu kesaktian (kanuragan), merupakan elit sosial yang dihormati dan disegani, berfungsi sebagai pemimpin masyarakat, guru silat, hingga "tentara wakaf". Golok, khususnya Golok Ciomas, bahkan dianggap benda sakral, terkait erat dengan ritual, garis keturunan Ki Cengkuk, dan memiliki nilai magis (Sasi, 2025). Di tengah dinamika modernisasi ini, seni pertunjukan tradisional harus berinovasi agar tetap relevan dan berkelanjutan. Seni Golok Kala Petok merupakan manifestasi kontemporer yang relevan, diciptakan oleh KH. M. Fajar Laksana, seorang ulama sekaligus Guru Besar Pencak Silat Sang Maung Bodas. Seni Golok Kala Petok berupaya menjembatani kekunoan tradisi dengan tuntutan era modern, dengan memadukan unsur bela diri, irama musik tradisional (kendang), dan nilai spiritualitas Islam, khususnya dzikir, sebagai ekspresi penyucian diri menuju kesadaran batin. Transformasi ini menunjukkan bahwa seni bela diri dapat bertindak sebagai sarana dakwah dan pengembangan karakter(Sidik, 2019). Penggunaan golok sebagai artefak sentral dalam tradisi Pencak Silat Sang Maung Bodas secara inheren menempatkan seni ini dalam sejarah sosial Banten dan Sunda. Secara historis, golok telah mengalami pergeseran makna signifikan. Pada era Kerajaan Pajajaran, golok adalah benda sakral milik raja (Muttaqien, 2019). Namun, di masa Kesultanan Banten dan perjuangan melawan Belanda, fungsinya meluas menjadi senjata rakyat biasa (jawara/pejuang), yang kemudian Belanda berupaya menyita habis golok rakyat untuk meredam pemberontakan (Sahara et al., 2023). Dalam perkembangan regional, terdapat perbedaan fundamental dalam praktik pelestarian: 1. Golok Ciomas, Dikenal sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) Banten, pembuatan Golok Ciomas sangat sakral, melibatkan ritual Mulud, menggunakan bahan baku besi tua peninggalan Belanda, batu meteor, dan air dari tujuh mata air. Produksinya sangat dibatasi pada garis keturunan Ki Cengkuk dan bersifat simbolis/kiasan, bukan untuk dikomersialkan secara umum. Model pelestarian ini bergantung pada otoritas spiritual dan garis darah eksklusif. 2. Golok Seuat, Meskipun juga identitas budaya Banten, Golok Seuat mengandung fungsi praktis, simbolis, estetis, dan ekonomis, yang memungkinkan kerajinan ini bertahan di tengah perubahan zaman. 3. Golok Kala Petok, Berasal dari warisan keluarga Raden Sumawinata yang merupakan keturunan Pangeran Sogiri dari Kesultanan Banten dan dikembangkan di lingkungan Pesantren Dzikir Al-Fath. Seni Golok Kala Petok mengadopsi model pelestarian yang sangat berbeda. Alih-alih mengandalkan eksklusivitas garis keturunan atau kerahasiaan, Seni Golok Kala Petok memadukan spiritualitas yang kuat dengan pengakuan formal negara melalui Hak Cipta. Seni Golok Kala Petok merepresentasikan kontinuitas tradisi Pencak Silat Sunda yang berakar pada ilmu kanuragan, namun menempatkannya dalam kerangka spiritual-pedagogis modern. Pilihan untuk secara terbuka mendaftarkan koreografi dan filosofinya di bawah undang-undang negara adalah tindakan strategis untuk memastikan keberlangsungan dan legitimasi budaya dalam ruang publik dan hukum kontemporer (Kencana Suci Hariang, 2022). Seni Golok Kala Petok tidak dapat dipisahkan dari konteks Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath di Sukabumi, Jawa Barat. Pendiri dan Guru Besar Sang Maung Bodas, KH. M. Fajar Laksana, merupakan sosok multitalenta yang berhasil mengolaborasikan ilmu agama, ekonomi, dan budaya (Christine, 2021). Pesantren Dzikir Al-Fath menerapkan pola pendidikan yang terintegrasi (holistik), menggabungkan pendidikan formal dengan pendidikan nonformal berbasis pesantren dan kewirausahaan. Keunikan pesantren ini terletak pada penanaman nilai-nilai karakter budaya Sunda yang dikenal sebagai Filosofi Lima 'Ng' (Ngaji, Ngéjo, Ngajaga diri, Ngajaga Lingkungan, Ngajago), yang dirancang untuk membentuk jiwa santripreneur. Dalam konteks bela diri, KH. M. Fajar Laksana juga dikenal ahli Pencak Silat, Aliran Pencak Silat Maung Bodas yang dikembangkannya bukan hanya bertujuan fisik, melainkan menekankan dimensi kerokhanian. Seni Golok Kala Petok adalah salah satu produk budaya terpenting yang lahir dari sinergi antara tradisi Pencak Silat Maung Bodas dan ajaran dzikir pesantren, menjadikannya sebuah seni bela diri yang mengedepankan penyucian kalbu dan bukan sekadar kekerasan fisik. KAJIAN TEORI Penelitian ini berlandaskan pada pendekatan etnografi. Etnografi didefinisikan sebagai metodologi yang digunakan untuk mengkaji nilai, norma, sistem, dan simbol yang berlaku dalam suatu masyarakat, melalui pengamatan terlibat dan wawancara mendalam. Dalam konteks seni pertunjukan tradisional, etnografi memungkinkan peneliti untuk melampaui deskripsi gerakan fisik dan menyelami makna simbolik serta konteks sosial-keagamaan yang melingkupinya. Seni Golok Kala Petok adalah pertunjukan budaya yang terwujud dalam praktik sosial di lingkungan Pesantren Dzikir Al-Fath. Oleh karena itu, pendekatan etnografi diperlukan untuk memahami bagaimana: (a) Gaya (koreografi) direproduksi dalam konteks komunitas latihan, dan (b) bagaimana Makna (filosofi) diinternalisasikan oleh para santri dan praktisi, yang pada akhirnya membentuk subkultur yang memiliki nilai, norma, dan pandangan hidup yang khas. Untuk mengurai korelasi antara Gaya dan Makna, digunakan kerangka semiotika. Semiotika membantu menerjemahkan tindakan fisik, seperti gerakan bela diri, dan benda budaya, seperti golok, menjadi teks yang dapat dianalisis. Pencak Silat secara umum sudah diakui mengandung dimensi kerokhanian. Namun, Seni Golok Kala Petok membawa dimensi spiritual ini ke tingkat yang lebih eksplisit melalui formalisasi gerakan dzikir dalam koreografi. Golok, dalam tradisi Sunda, adalah simbol kekuatan, keberanian, dan pusaka leluhur. Seni Golok Kala Petok melakukan translasi semiotik terhadap simbol golok. Gerak koreografi dalam Seni Golok Kala Petok tidak hanya merupakan rangkaian teknik bela diri, tetapi juga sebuah tindakan simbolik yang merepresentasikan proses spiritual internal. Menganalisis Gaya melalui lensa semiotika memungkinkan identifikasi bagaimana gerakan inti yaitu Tarikan La ilaha illallah berfungsi sebagai penanda yang mewakili petanda abstrak yaitu pembersihan jiwa/kedekatan dengan Ilahi, yang merupakan jantung dari Makna Seni Golok Kala Petok. Hal ini dipadukan dengan Pencak Silat merupakan hasil budaya Indonesia yang memiliki dimensi holistik, meliputi bela diri, olahraga, seni, dan mental spiritual. Dalam lingkungan pesantren, Pencak Silat menjadi media efektif untuk menanamkan budi pekerti luhur (akhlakul karimah) dan nilai-nilai agama. Secara intrinsik, latihan Pencak Silat menumbuhkan kejujuran, kepercayaan diri, kegigihan, pantang menyerah, dan semangat kebangsaan. Dalam konteks ini, Penca Aliran Maung Bodas berfungsi sebagai praktik Ngajaga diri dan bagian integral dari sistem pendidikan karakter 'Lima Ng'. Pelatihan ini menekankan bahwa kekuatan fisik (kanuragan) harus dilandasi oleh kekuatan spiritual (kerokhanian) dan moral yang tinggi. Praktik ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yang berupaya membentuk insan kamil yaitu individu yang seimbang dalam dimensi pengetahuan, emosi, spiritual, dan keterampilan. Legalisasi, atau perlindungan Hak Cipta, adalah komponen teoretis penting dalam penelitian ini, khususnya dalam konteks pelestarian budaya di era digital. Peningkatan kesadaran mengenai perlindungan HKI bagi seniman dan komunitas adat menjadi krusial untuk memastikan keberlanjutan dan integritas karya seni tradisional. Golok Kala Petok memperoleh Hak Cipta resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI. Tindakan ini melambangkan transisi dari model pelestarian tradisional yang bergantung pada kerahasiaan dan otoritas adat seperti yang terlihat pada Golok Ciomas yang dipegang ketat oleh garis keturunan Ki Cengkuk menuju model konservasi modern yang berbasis pada pengakuan hukum formal negara. Legalisasi berfungsi sebagai strategi adaptif untuk melindungi integritas koreografi, simbolisme, dan narasi filosofis dari Golok Kala Petok agar tidak disalahgunakan atau dikomersialkan tanpa pengakuan yang layak, sehingga menjamin kelangsungan nilai ekonomis dan estetiknya bagi generasi penerus Penca Aliran Sang Maung Bodas. METODE Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif naturalistik. Pendekatan naturalistik sangat sesuai untuk studi budaya, karena memungkinkan peneliti untuk menggali data yang pasti dan alamiah mencakup segala perilaku, ucapan, atau sikap sebagaimana adanya di lokasi penelitian. Desain penelitian yang digunakan adalah Kajian Etnografi, yang bertujuan untuk studi mendalam mengenai unit sosial tertentu, dalam hal ini tradisi Pencak Silat Golok Kala Petok dalam komunitas Pesantren Dzikir Al-Fath. Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, yang berlokasi di Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini merupakan pusat kegiatan spiritual, pendidikan kewirausahaan, dan pelestarian budaya Sunda, termasuk tradisi Pencak Silat Maung Bodas. Subjek ditentukan secara purposive, berfokus pada informan kunci yang memiliki pengetahuan mendalam mengenai tradisi yang diteliti. Key-Informant dari penelitian yaitu KH. M. Fajar Laksana, sebagai Guru Besar Pencak Silak Sang Maung Bodas dan kreator Golok Kala Petok. Lalu untuk Informan Pendukung: Para praktisi (santri dan mahasiswa) Sang Maung Bodas yang secara rutin mengikuti latihan Seni Golok Kala Petok, serta staf Pesantren yang terlibat dalam implementasi kurikulum pendidikan karakter ' Lima Ng'. Pengumpulan data dilakukan menggunakan strategi multi-teknik atau triangulasi untuk menjamin keabsahan dan kedalaman data. Instrumen yang digunakan meliputi peneliti sendiri, pedoman observasi, dan pedoman wawancara. Adapun metode yang digunakan yaitu (1) Observasi Partisipatif, Observasi dilakukan secara partisipatif di lingkungan latihan Pencak Silat Sang Maung Bodas. Peneliti mengamati secara langsung kondisi objektif, perilaku, dan proses praktik seni Golok Kala Petok, termasuk dokumentasi video dan foto. Fokus observasi meliputi: (a) urutan dan detail koreografi Seni Golok Kala Petok; (b) suasana ritual dan iringan musik (kendang tepak tilu); dan (c) integrasi nilai-nilai Lima 'Ng' selama proses latihan. (2) Wawancara Mendalam yaitu Wawancara dilakukan secara semi-terstruktur (semistructure interview) dengan informan kunci. Tujuan utamanya adalah menggali nilai-nilai, konsep filosofis, dan historisitas Seni Golok Kala Petok yang tidak terungkap melalui observasi, seperti silsilah warisan spiritual dari keluarga Raden Sumawinata, keturunan Pangeran Sogiri dari Kesultanan Banten. (3) Studi Dokumentasi, Studi dokumentasi berfungsi sebagai teknik verifikasi data. Dokumen yang dikumpulkan meliputi: (a) Dokumen formal Hak Cipta Seni Golok Kala Petok (No. 000329868/2022) dari Kemenkumham RI, mencakup bentuk koreografi, simbol gerak, dan narasi filosofi; (b) Dokumentasi internal Pesantren Dzikir Al-Fath terkait kurikulum ' Lima Ng'; dan (c) Sumber digital eksternal (YouTube, media sosial Sang Maung Bodas, liputan berita) yang mempublikasikan Seni Golok Kala Petok. Analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berkelanjutan, merujuk pada model Miles dan Huberman, yang terdiri dari tiga tahapan utama: 1. Reduksi Data (Data Reduction) Proses ini melibatkan perangkuman, pemilihan, pemfokusan, dan abstraksi data yang terkumpul dari catatan lapangan dan transkrip wawancara. Dalam konteks ini, data disaring untuk mengidentifikasi tema-tema inti yang berkaitan dengan Gaya (pola gerakan dzikir), Makna ('Lima Ng' dan spiritualitas), dan Legislasi (implikasi HKI). 2. Penyajian Data (Data Display) Menyajikan informasi yang terorganisir melalui teks naratif, matriks, dan tabel komparatif, untuk memudahkan pemahaman antar variabel. 3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification) Penafsiran data yang disajikan untuk menarik kesimpulan yang kredibel dan konsisten. Kesimpulan ini diverifikasi secara terus-menerus terhadap bukti-bukti lapangan (triangulasi) untuk menjamin keabsahan temuan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil dari pengumpulan dan proses analisis data diperoleh hasil penelitian terkait dengan Seni Golok Kala Petok antara lain sebagai berikut: A. Gaya Pertunjukan Golok Kala Petok dalam Estetika Koreografi Dzikir Gaya pertunjukan dalam Seni Golok Kala Petok memiliki karakter yang sangat khas, yaitu religius dan ritmis. Seni Golok Kala Petok secara koreografis mengekspresikan praktik spiritual Islam, khususnya dzikir, melalui medium gerak Pencak Silat. Hal ini berbeda dengan Pencak Silat tradisional yang mungkin hanya menyisipkan unsur kerokhanian sebagai bagian dari ritual inisiasi atau pengamalan ilmu batin. Dalam Seni Golok Kala Petok, dzikir adalah inti dari gerak itu sendiri. Tiga pola gerakan utama yang membentuk estetika Seni Golok Kala Petok adalah: Tarikan Golok (Pembukaan Kesadaran), Gerakan inti dan paling simbolis adalah menarik golok dari bawah ke atas sambil melafazkan kalimat tauhid, La ilaha illallah. Gerakan ini secara lahiriah mungkin tampak seperti teknik bela diri, namun secara esoteris, gerakan tersebut melambangkan pembelahan dada yaitu sebuah alegori yang merujuk pada kisah Nabi Muhammad SAW yang disucikan oleh Malaikat Jibril. Dalam konteks spiritual, ini dimaknai sebagai upaya untuk membersihkan diri, menghilangkan keterikatan duniawi, dan membuka kesadaran spiritual. Gerakan ke Kanan, Gerakan ini melambangkan penerimaan cahaya Ilahi dan segala bentuk kebajikan, menekankan aspek positif dari pensucian. Gerakan ke Kiri Bawah, Gerakan yang mengarah ke kiri bawah ini disimbolkan sebagai proses pembersihan qalbu (hati) dari segala penyakit hati dan sifat-sifat negatif. Dengan demikian, koreografi Seni Golok Kala Petok adalah ritualisasi dari pertarungan batin. Golok dalam konteks ini bertransformasi fungsinya dari senjata pertahanan fisik eksternal menjadi artefak disiplin spiritual yang digunakan untuk melawan keburukan diri. Pertarungan yang disajikan di panggung atau arena latihan adalah cerminan dari upaya membersihkan jiwa. Karakteristik ritmis Seni Golok Kala Petok diperkuat melalui iringan musik tradisional. Seluruh rangkaian gerak dilakukan dengan diiringi tabuhan kendang tepak tilu dan padundung. Sinkronisasi antara irama tubuh dan irama musik ini menciptakan atmosfer yang meditatif, memastikan bahwa ritme fisik selaras dengan penghayatan spiritual (dzikir) yang tengah dilakukan oleh praktisi. Tabel 4.1. Analisis Semiotika Gerak Inti Golok Kala Petok Gerak Koreografi (Gaya) Lafal Dzikir Makna Spiritual (Semiotika) Menarik Golok dari Bawah ke Atas La ilaha illallah Pembukaan Hati/Penyucian Qalbu (Merujuk kisah Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW) Gerakan ke Kanan Penguatan Ajaran Penerimaan Cahaya Ilahi dan Kebajikan (Arah Kebaikan) Gerakan ke Kiri Bawah Pembersihan Qalbu Penghapusan Penyakit Hati dan Sifat Negatif B. Makna Filosofis dan Dimensi Spiritual Golok Kala Petok Dalam Dimensi Makna Filosofis dan Spiritual Golok Kala Petok dibahas melalui dua hal yaitu Interpretasi Simbolik Benda (Golok, Kala, Petok) dan Nilai Karakter dalam Tradisi Sang Maung Bodas (Filosofi 'Lima Ng') Adapun pembahasan dari masing-masing dimensi yaitu dijabarkan sebagai berikut: 1) Interpretasi Simbolik Benda yaitu Golok, Kala, Petok. Makna filosofis Golok Kala Petok dapat diurai dari terminologinya. Senjata (Golok) dalam konteks ini didefinisikan ulang sebagai Ilmu dan kekuatan ruhani. Ini merupakan strategi penting untuk mengeliminasi konotasi negatif historis yang melekat pada jawara (seperti bandit sosial, sombong, atau kecenderungan menggunakan kekerasan untuk kepentingan pragmatis). Terminologi Kala diartikan sebagai Waktu atau kesadaran spiritual, sedangkan Petok berarti Dekat. Kombinasi ketiganya merangkum makna keseluruhan dari seni ini: "senjata kesadaran diri untuk mendekatkan manusia kepada Gusti Allah". Artikulasi filosofi ini menegaskan bahwa tujuan utama pelatihan Pencak Silat Sang Maung Bodas adalah transformasi batin, di mana kekuatan fisik (Golok) hanya menjadi sarana pendukung bagi pencapaian spiritual (Kala Petok). Pendekatan ini secara efektif memposisikan Seni Golok Kala Petok sebagai seni dakwah berbasis gerak, sesuai dengan misi utama pesantren. 2) Nilai Karakter dalam Tradisi Sang Maung Bodas melalui Filosofi 'Lima Ng' Seni Golok Kala Petok adalah praktik nyata dari Filosofi Lima 'Ng' yang diinternalisasikan oleh Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath. Filosofi yang berakar pada nilai-nilai budaya Sunda ini dirancang untuk mencapai lima keterampilan utama (spiritual skill, technical skill, conceptual skill, human skill, dan life skill). Penerapan Lima 'Ng' dalam konteks Seni Golok Kala Petok dan Sang Maung Bodas sangat terstruktur: * Ngaji (Spiritual Skill) dalam arti luas, Ngaji berarti belajar, ketaatan, dan mengaji diri sendiri. Praktik Seni Golok Kala Petok yang melibatkan pengucapan dzikir dalam setiap gerak-adalah manifestasi fisik dari Ngaji yang mendalam. Ini membangun pondasi spiritual yang kuat (Iman dan Takwa). * Ngéjo (Life Skill/Mandiri), Ngéjo berarti menanak nasi, yang secara kiasan dimaknai sebagai kemandirian, keuletan, dan rajin bekerja. Disiplin yang ketat dan fokus mental yang diperlukan untuk menguasai koreografi Seni Golok Kala Petok sangat berkorelasi dengan kualitas yang dibutuhkan seorang entrepreneur yang ulet, gigih, dan tidak mudah menyerah (Ngajago). * Ngajaga (Technical Skill) ini adalah dimensi bela diri Pencak Silat Maung Bodas, yang mengajarkan ketahanan fisik dan kemampuan untuk melindungi diri dari bahaya, Pelatihan ini penting untuk membentuk jiwa yang tangguh dan ksatria. Integrasi nilai-nilai ini memastikan bahwa Seni Golok Kala Petok bukan hanya sekadar pertunjukan seni, melainkan kerangka pendidikan karakter yang komprehensif. Seni Golok Kala Petok berperan sebagai alat pedagogis yang menghubungkan warisan budaya Sunda dengan kebutuhan modern untuk membentuk sumber daya manusia yang memiliki etos kerja kuat (Ngéjo/Ngajago) dan moralitas yang luhur (Ngaji/Ngajaga). C. Dimensi Legalisasi melalui Perlindungan Hak Cipta dan Pelestarian Budaya Seni Golok Kala Petok telah memperoleh pengakuan hukum resmi melalui pencatatan Hak Cipta (HKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI dengan Nomor 000329868/2022.1 Pencatatan ini secara spesifik mencakup koreografi gerak, simbol gerakan, dan narasi filosofi yang menyertai pertunjukan. Tindakan legalisasi ini menunjukkan adaptabilitas Pencak Silat Sang Maung Bodas terhadap kerangka hukum modern. Perlindungan HKI pada karya seni pertunjukan merupakan langkah krusial untuk melindungi kekayaan intelektual komunal dan memastikan bahwa warisan budaya takbenda memiliki landasan hukum yang kuat dalam sistem negara. Keputusan untuk melegalisasi Seni Golok Kala Petok memiliki implikasi signifikan terhadap pelestarian tradisi Pencak di era modern. Analisis ini memperlihatkan pergeseran model konservasi budaya: Tabel 4.2 Implikasi Legalitas terhadap Eksistensi dan Regenerasi Tradisi Aspek Komparasi Golok Ciomas (Banten) Golok Seuat (Banten) Golok Kala Petok (Sang Maung Bodas) Fungsi Utama Sakral, Pusaka, Simbolis (Non-Komersil) Praktis, Simbolis, Ekonomis, Estetis Performative, Spiritual (Dakwah), Legal/Estetis Mekanisme Pelestarian Keturunan Garis Darah (Ki Cengkuk), Ritual Tahunan (Mulud) Transmisi Pande turun-temurun, Promosi Digital Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Kurikulum Pesantren ('Lima Ng') Lokus Kekuasaan Kyai/Sesepuh (Spiritual Authority) Pande/Pengrajin (Technical/Economic Authority) Legal & Spiritual Authority (Kemenkumham, KH. M. Fajar Laksana) Model konsevasi tradisional yang dianut oleh Golok Ciomas bergantung pada eksklusivitas garis keturunan Ki Cengkuk dan ritual tahunan. Model ini rentan terhadap penurunan minat generasi muda terhadap hal-hal yang dianggap konservatif atau kuno, terutama pada Generasi Z yang mencapai 26,46% dari populasi Indonesia. Di sisi lain, Golok Kala Petok menggunakan legalisasi sebagai mekanisme perlindungan. Pencatatan HKI menjamin bahwa koreografi Golok Kala Petok sebuah ekspresi dzikir yang unik dan aset yang diakui secara legal. Ini memungkinkan Sang Maung Bodas untuk: (1) mempertahankan integritas karya dari peniruan atau eksploitasi; (2) membuka peluang komersialisasi etis misalnya melalui workshop internasional seperti yang telah dilakukan, yang menciptakan jalur pendapatan untuk regenerasi; dan (3) memberikan kepastian hukum kepada pewaris dan komunitas Sang Maung Bodas. Dengan memformalkan Gaya dan Makna dalam dokumen hukum, tradisi Pencak ini telah menemukan cara adaptif untuk survive dan eksis (Ngajago) di tengah tantangan zaman digital, menjadikannya contoh pelestarian budaya berbasis hukum yang modern dan spiritual. KESIMPULAN Seni Golok Kala Petok dalam tradisi Pencak Silat Aliran Sang Maung Bodas adalah hasil sintesis yang berhasil antara warisan budaya tradisional Sunda dengan disiplin spiritual Islam dan kerangka hukum modern. Karya KH. M. Fajar Laksana ini menunjukkan bahwa seni bela diri dapat bertransformasi menjadi sarana utama bagi penyucian qalbu dan dakwah melalui estetika gerak yang terstruktur. Tiga kekuatan utama yang dimiliki oleh Seni Golok Kala Petok antara lain yaitu: 1. Gaya (Koreografi), Gerakan Seni Golol Kala Petok adalah ekspresi koreografis dari dzikir, dengan gerakan inti La ilaha illallah yang berfungsi sebagai simbol semiotik pembukaan kesadaran dan pembersihan hati. Performa ini diperkuat oleh irama ritmis kendang tepak tilu yang membangun suasana meditatif. 2. Makna (Filosofis dan Pedagogis), Filosofi Golok Kala Petok, yang berarti "senjata kesadaran diri untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan," secara sadar memitigasi konotasi negatif jawara dan mengalihkan fokus dari kekerasan fisik menuju kekuatan ruhani. Makna ini terinternalisasi secara efektif dalam sistem pendidikan karakter Pondok Pesantren Dzikir Al-Fath, khususnya melalui Filosofi 'Lima Ng', yang menanamkan keterampilan spiritual, kemandirian (Ngéjo), dan kemampuan bertahan hidup (Ngajago). 3. Legislasi (Perlindungan Hak Cipta): Perlindungan hukum melalui Hak Cipta No. 000329868/2022 adalah strategi pelestarian yang inovatif. Hal ini menjamin integritas dan keberlanjutan Golok Kala Petok sebagai aset budaya di era digital, menawarkan solusi pragmatis terhadap krisis regenerasi yang dihadapi seni tradisional Indonesia. REFERENSI Christine, S. E. (2021). Nilai - Nilai Yang Terkandung dalam Olahraga Tradisional Bola Leungeun Seuneu di Pondok Pesantren Dzikir Al Fath. Jurnal BELAINDIKA (Pembelajaran dan Inovasi Pendidikan), 3(3), 46-50. https://doi.org/10.52005/belaindika.v3i3.88 Hafidz, F., Sari, H. P., Lestari, N. A., Alfariji, M. S., Putri, N. C., Rahayu, W., Rohmawati, W., Maulana, M. S., & Ginto, A. A. (2024). Eksistensi Generasi Muda Dalam Melestarikan Tradisi Warisan Budaya Seni "Golok Ciomas" di Era Society 5.0. JERUMI: Journal of Education Religion Humanities and Multidiciplinary, 2(1), 388-397. https://doi.org/10.57235/jerumi.v2i1.1985 Imanudin Iim, Nurlaila Lia, H. I. (2024). Cultural and Religious Resilience: Dzikir Al-Fath, Boarding School, Sukabumi, West Java in a Globalized World. Cultural and Religious Resilience: Dzikir Al-Fath, Boarding School, Sukabumi, West Java in a Globalized World. Kencana Suci Hariang, S. A. B. (2022). Potret Paguron Satria Awi Koneng Maung Bodas Di Kota Sukabumi. FACTUM: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah, 11(2), 179-188. Muttaqien, T. Z. (2019). Golok Walahir Sebagai Identitas Budaya Masyarakat Desa Sindangkerta Kabupaten Tasikmalaya. ATRAT: Jurnal Seni Rupa. https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/atrat/article/view/916%0Ahttps://jurnal.isbi.ac.id/index.php/atrat/article/download/916/592 Ruswandi, Y. (2024). Internalisasi Lima Nilai Karakter Budaya Sunda dalam Pendidikan Kewirausahaan. Kaipi: Kumpulan Artikel Ilmiah Pendidikan Islam, 2(1), 24-33. https://doi.org/10.62070/kaipi.v2i1.54 Sahara, A. D., Fadillah, M. A., & Fauzan, R. (2023). Golok Seuat as Banten's Cultural Identity. Jawi, 06(October), 135-147. Sasi, S. Y. (2025). MENGEKSPOLARI SEJARAH GOLOK CIOMAS DALAM IMPLEMENTASI TUGAS PENDAMPINGAN MAHASISWA KEPADA MASYARAKAT. 02(September), 87-89. Sidik, M. (2019). Perkembangan Pesantren Dzikir Al-Fath Di Kecamatan Gunung Puyuh Kota Sukabumi. Skripsi, 1155010066. COMUNICA Penulis ¦ Judul COMMUNICA Penulis ¦ Judul 2| | 3 JOURNAL OF ISLAMIC SOCIAL INNOVATION AND EMPOWERMENT Vol. 01 No. 01 Februari 2025 | Hal. 01-3 e-ISSN/p- ISSN : XXXX-XXXX/XXXX-XXXX https://ejournal.stidkinu.ac.id/index.php/JIMI/index