Strategi Manajemen Dakwah Di Era Digital: Optimalisasi Media Sosial Dalam Meningkatkan Efektivitas Penyampaian Pesan Islam Mohamad Yusup Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dan Komunikasi Dan Dakwah Nahdalatul Ulama Indramayu Email: Mohamadyusup0607@gmail.com Abstrak Penelitian ini membahas strategi manajemen dakwah di era digital dengan fokus pada optimalisasi media sosial sebagai sarana penyampaian pesan Islam. Melalui pendekatan kualitatif dengan studi pustaka dan analisis konten, ditemukan bahwa media sosial seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan Facebook memiliki peran signifikan dalam meningkatkan efektivitas dakwah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan dakwah digital ditentukan oleh strategi manajemen yang mencakup perencanaan, konsistensi, kreativitas, interaksi dengan audiens, serta evaluasi berkelanjutan. Tantangan utama berupa maraknya konten radikal dan persaingan dengan hiburan digital dapat diatasi dengan menghadirkan konten islami yang moderat, komunikatif, dan berbasis etika komunikasi Islam. Dengan manajemen profesional, dakwah digital mampu menampilkan wajah Islam yang rahmatan lil-'alamin sekaligus memperkuat literasi keagamaan masyarakat. Kata kunci: Manajemen Dakwah, Era Digital, Media Sosial, Efektivitas, Rahmatan lil-'alamin Abstract This study discusses da'wah management strategies in the digital era, focusing on optimizing social media as a means of conveying Islamic messages. Through a qualitative approach with literature review and content analysis, it was found that social media platforms such as YouTube, Instagram, TikTok, and Facebook play a significant role in increasing the effectiveness of da'wah. The results indicate that the success of digital da'wah is determined by a management strategy that encompasses planning, consistency, creativity, audience interaction, and ongoing evaluation. The main challenges of the rise of radical content and competition with digital entertainment can be overcome by presenting moderate, communicative Islamic content based on Islamic communication ethics. With professional management, digital da'wah can present the face of Islam as a blessing for all the worlds while strengthening the community's religious literacy. Keywords: Da'wah Management, Digital Era, Social Media, Effectiveness, Rahmatan lil-'alamin Pendahuluan Perkembangan teknologi informasi telah menciptakan perubahan besar dalam pola komunikasi manusia, termasuk dalam aktivitas dakwah. Jika sebelumnya dakwah dilakukan melalui forum fisik seperti majelis taklim, khutbah, dan pengajian, kini media digital menjadi saluran utama yang digunakan. Kehadiran internet menghadirkan kecepatan akses dan penyebaran pesan dakwah yang lebih luas. Dakwah dapat disampaikan tanpa terikat ruang dan waktu, sehingga siapa saja dapat mengaksesnya. Fenomena ini menjadi peluang sekaligus tantangan bagi manajemen dakwah. Era digital menjadikan media sosial sebagai salah satu instrumen penting dalam penyebaran pesan Islam. Platform seperti YouTube, Instagram, TikTok, Twitter, dan Facebook banyak digunakan untuk menyampaikan ceramah, kajian singkat, hingga konten islami yang kreatif. Media ini memiliki jangkauan luas dan daya tarik yang tinggi, terutama bagi generasi muda. Namun, keberhasilan dakwah melalui media sosial bergantung pada strategi manajemen yang tepat. Tanpa manajemen yang baik, pesan dakwah berpotensi kurang efektif. Manajemen dakwah di era digital tidak dapat dilepaskan dari aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga evaluasi. Semua tahapan ini harus dilakukan secara sistematis agar dakwah berjalan sesuai tujuan. Perencanaan mencakup pemilihan media, audiens sasaran, serta tema dakwah yang sesuai kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian melibatkan tim yang kompeten, termasuk dai, editor, dan pengelola media. Pelaksanaan memerlukan konsistensi, sedangkan evaluasi menilai sejauh mana pesan dakwah diterima masyarakat. Generasi milenial dan Gen Z adalah pengguna terbesar media sosial, sehingga menjadi target utama dakwah digital. Mereka cenderung menyukai konten singkat, visual, dan interaktif yang mudah dipahami. Jika dakwah dikemas dengan kreatif sesuai gaya komunikasi generasi ini, maka pesan Islam akan lebih mudah diterima. Sebaliknya, jika disampaikan dengan cara monoton dan tidak menarik, maka pesan dakwah berpotensi diabaikan. Oleh karena itu, inovasi konten menjadi faktor penting dalam manajemen dakwah digital. Efektivitas dakwah di media sosial dapat diukur melalui beberapa indikator, seperti jumlah penonton, interaksi (like, komentar, share), dan dampak nyata pada perubahan sikap audiens. Namun, angka statistik saja tidak cukup untuk menilai keberhasilan. Yang terpenting adalah bagaimana pesan Islam dapat menyentuh hati, memengaruhi perilaku, dan mendorong masyarakat untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Inilah tujuan dakwah yang sesungguhnya. Dengan demikian, manajemen dakwah digital harus menyasar aspek kualitas dan bukan hanya kuantitas. Kehadiran media sosial juga menghadirkan risiko baru dalam dunia dakwah. Tidak semua konten yang mengatasnamakan Islam disampaikan oleh orang yang memiliki kompetensi keilmuan. Akibatnya, muncul fenomena penyebaran dakwah instan yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dalam beragama. Ada juga konten yang berisi ujaran kebencian, provokasi, atau bahkan paham radikal yang mengancam persatuan umat. Oleh karena itu, peran manajemen dakwah sangat penting untuk memastikan konten yang beredar tetap berlandaskan Al-Qur'an, Sunnah, dan etika komunikasi Islami. Dalam konteks ini, dai tidak hanya berperan sebagai penyampai pesan, tetapi juga sebagai manajer dakwah digital. Seorang dai dituntut memiliki kemampuan literasi digital, pemahaman algoritma media sosial, serta keahlian komunikasi visual. Mereka juga harus mampu berkolaborasi dengan tim kreatif untuk menghasilkan konten berkualitas. Hal ini menegaskan bahwa dakwah di era digital tidak bisa dilakukan secara individual, melainkan memerlukan kerja sama berbagai pihak. Dengan manajemen yang baik, pesan dakwah akan lebih profesional dan efektif. Selain itu, strategi dakwah digital harus memperhatikan karakteristik platform. YouTube lebih cocok untuk ceramah panjang, Instagram dan TikTok efektif untuk konten singkat yang menarik secara visual, sedangkan Facebook masih relevan untuk komunitas dakwah. Setiap media memiliki segmentasi audiens yang berbeda, sehingga pendekatan yang digunakan pun harus disesuaikan. Kesalahan dalam memilih media dapat menghambat efektivitas penyampaian dakwah. Oleh karena itu, analisis audiens menjadi bagian penting dalam perencanaan manajemen dakwah digital. Perkembangan dakwah digital juga membawa dampak pada gaya penyampaian pesan. Ceramah panjang satu arah kini mulai ditinggalkan, digantikan dengan komunikasi dua arah melalui komentar, diskusi live streaming, dan interaksi langsung dengan audiens. Model ini lebih sesuai dengan budaya komunikasi era digital yang interaktif. Dengan adanya interaksi, audiens merasa lebih terlibat, sehingga pesan dakwah lebih mudah diterima. Hal ini menunjukkan bahwa dakwah digital menuntut fleksibilitas dalam metode penyampaiannya. Selain fleksibilitas, kreativitas juga menjadi kunci keberhasilan dakwah digital. Konten dakwah harus dikemas dengan desain visual yang menarik, bahasa sederhana, dan narasi yang komunikatif. Penggunaan musik, animasi, dan storytelling dapat memperkuat daya tarik pesan. Dengan demikian, dakwah tidak lagi dipandang sebagai hal kaku, tetapi mampu hadir dalam format yang menyenangkan dan mudah dipahami. Kreativitas ini tentu tetap harus berada dalam koridor syariat agar tidak mengurangi substansi pesan Islam. Optimalisasi media sosial dalam dakwah juga memerlukan pemahaman terhadap algoritma platform. Algoritma menentukan seberapa banyak konten dakwah dapat muncul di beranda audiens. Dengan memahami cara kerja algoritma, dai dapat menyusun strategi posting, memilih waktu terbaik, dan menggunakan kata kunci yang relevan. Hal ini akan meningkatkan jangkauan konten dakwah secara signifikan. Oleh karena itu, manajemen dakwah digital harus berbasis data, bukan sekadar insting. Manajemen dakwah digital yang profesional juga harus memperhatikan konsistensi. Konsistensi dalam memproduksi dan mengunggah konten akan membangun kepercayaan audiens. Konten yang terjadwal rapi membuat audiens menunggu dan antusias terhadap dakwah. Sebaliknya, akun dakwah yang jarang diperbarui akan ditinggalkan. Konsistensi ini mencerminkan keseriusan dai dalam mengelola dakwah digital. Dengan manajemen waktu yang baik, pesan Islam akan terus hadir dalam kehidupan masyarakat digital. Evaluasi menjadi aspek penting dalam manajemen dakwah digital. Evaluasi dilakukan dengan mengukur engagement rate, menilai respons audiens, serta menganalisis dampak konten terhadap kehidupan mereka. Dari evaluasi inilah strategi dakwah berikutnya dapat diperbaiki. Evaluasi juga membantu dai mengetahui konten apa yang lebih disukai audiens dan mana yang kurang menarik. Dengan demikian, dakwah dapat berkembang secara berkelanjutan dan sesuai kebutuhan zaman. Selain aspek teknis, etika komunikasi Islam tetap harus menjadi landasan dakwah digital. Dakwah harus disampaikan dengan kelembutan, kejujuran, dan menghindari sikap provokatif. Dai tidak boleh terjebak pada sensasi demi popularitas. Konten yang viral belum tentu bermanfaat bagi dakwah, sehingga kualitas pesan harus lebih diutamakan daripada sekadar jumlah penonton. Dengan menjunjung etika, dakwah digital akan menjadi sarana penyebaran Islam yang menenangkan dan menyejukkan hati. Fenomena maraknya konten hiburan di media sosial menjadi tantangan tersendiri bagi dakwah digital. Audiens sering lebih tertarik pada hiburan daripada konten keagamaan. Oleh karena itu, strategi dakwah harus mampu mengimbangi dengan menghadirkan konten Islami yang tidak kalah menarik. Misalnya melalui video singkat motivasi islami, kisah inspiratif, atau konten edukatif dengan kemasan yang menghibur. Dengan cara ini, dakwah tetap relevan dan mampu bersaing dengan konten lain di media sosial. Dakwah digital juga berfungsi sebagai sarana moderasi beragama. Melalui konten yang sejuk, damai, dan inklusif, dai dapat meneguhkan citra Islam sebagai agama rahmatan lil-'alamin. Hal ini penting di tengah meningkatnya arus radikalisme dan intoleransi di dunia maya. Dakwah digital yang mengedepankan toleransi dan kasih sayang dapat memperkuat persatuan umat. Dengan demikian, manajemen dakwah digital tidak hanya berfokus pada penyebaran informasi, tetapi juga pada pembangunan harmoni sosial. Penggunaan media sosial dalam dakwah juga memungkinkan terbentuknya komunitas virtual. Komunitas ini menjadi ruang diskusi, berbagi pengalaman, dan saling mendukung dalam menjalankan ajaran Islam. Melalui komunitas, audiens merasa lebih dekat dengan dai dan sesama muslim. Hal ini membuktikan bahwa dakwah digital bukan hanya komunikasi satu arah, melainkan juga interaksi sosial yang membangun ikatan emosional. Manajemen dakwah perlu memfasilitasi terbentuknya komunitas ini sebagai bagian dari strategi jangka panjang. Seiring dengan itu, tantangan keamanan digital juga perlu diperhatikan. Akun dakwah sering menjadi sasaran peretasan, penyalahgunaan data, atau serangan siber. Oleh karena itu, pengelola dakwah digital harus memahami keamanan siber agar pesan dakwah tidak terganggu. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen dakwah digital tidak hanya soal konten, tetapi juga mencakup perlindungan aset digital. Dengan pengelolaan yang aman, dakwah digital akan lebih terjaga keberlanjutannya. Kolaborasi menjadi salah satu strategi penting dalam manajemen dakwah digital. Kolaborasi dapat dilakukan dengan influencer muslim, lembaga pendidikan, organisasi dakwah, bahkan dengan tokoh lintas agama untuk memperkuat pesan toleransi. Kolaborasi terbukti mampu memperluas jangkauan dan menarik audiens baru. Melalui kerja sama, dakwah digital tidak lagi berjalan sendiri, tetapi menjadi gerakan kolektif yang berdampak luas. Hal ini memperkuat efektivitas dakwah di era digital yang penuh kompetisi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi manajemen dakwah di era digital harus memperhatikan aspek teknis, etis, dan sosial. Media sosial adalah ruang yang potensial sekaligus penuh tantangan, sehingga diperlukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang matang. Dengan strategi yang tepat, dakwah digital dapat meningkatkan efektivitas penyampaian pesan Islam sekaligus memperkuat nilai-nilai rahmatan lil-'alamin. Penelitian ini hadir untuk mengkaji bagaimana manajemen dakwah mampu mengoptimalkan media sosial dalam konteks era digital. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Lokasi penelitian adalah Masjid Al-Falah, Kertasmaya, Indramayu. Data diperoleh melalui wawancara dengan pengurus masjid, jamaah, serta tokoh masyarakat. Selain itu, observasi terhadap kegiatan dakwah dan dokumentasi juga dilakukan. Analisis data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Validitas data diuji dengan triangulasi sumber, yaitu membandingkan informasi dari pengurus, jamaah, dan dokumen tertulis. Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial memiliki pengaruh signifikan dalam meningkatkan efektivitas dakwah Islam. Media sosial memberikan ruang yang luas bagi dai untuk menjangkau audiens lintas usia dan latar belakang. Hal ini berbeda dengan dakwah konvensional yang terbatas pada ruang fisik dan jumlah peserta tertentu. Dengan strategi manajemen yang tepat, media sosial mampu menjadi sarana dakwah massal. Efektivitas ini terlihat dari meningkatnya partisipasi umat di ruang digital. Platform YouTube menjadi salah satu media yang paling efektif untuk penyampaian ceramah dakwah. Video dengan durasi panjang memungkinkan dai menyampaikan materi secara komprehensif. Banyak kanal dakwah yang berhasil mencapai jutaan penonton dengan konten yang konsisten dan berkualitas. Hal ini menunjukkan bahwa YouTube mampu menjadi pengganti majelis taklim digital. Namun, keberhasilan tersebut sangat bergantung pada pengemasan konten yang menarik dan profesional. Instagram dan TikTok terbukti lebih efektif untuk konten dakwah singkat dengan visual yang kreatif. Generasi muda lebih tertarik pada pesan yang disampaikan secara ringan dan menarik. Video pendek berisi motivasi islami atau cuplikan ceramah singkat seringkali viral di kalangan anak muda. Strategi ini sejalan dengan budaya digital yang serba cepat dan instan. Dengan kreativitas, pesan Islam bisa disampaikan tanpa kehilangan substansi. Facebook tetap relevan sebagai media dakwah meskipun penggunanya cenderung lebih dewasa. Grup dakwah di Facebook mampu membangun komunitas yang interaktif dan berkelanjutan. Diskusi keislaman dalam grup ini lebih terarah dan mendalam dibandingkan komentar di platform lain. Dari sini terlihat bahwa setiap media sosial memiliki segmentasi dan fungsi yang berbeda. Maka, strategi dakwah harus disesuaikan dengan karakteristik audiens. Interaksi audiens menjadi indikator penting dalam mengukur efektivitas dakwah digital. Jumlah komentar, likes, dan shares menggambarkan sejauh mana audiens terlibat dalam konten dakwah. Dai yang aktif menanggapi komentar audiens cenderung memiliki hubungan lebih dekat dengan pengikutnya. Interaksi dua arah ini menjadikan dakwah lebih humanis dan relevan. Oleh karena itu, keterlibatan audiens harus menjadi fokus dalam manajemen dakwah digital. Konsistensi produksi konten juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan dakwah digital. Dai atau lembaga dakwah yang rutin mengunggah konten memiliki pengikut yang lebih loyal. Konsistensi ini menunjukkan keseriusan dan profesionalisme dalam mengelola dakwah digital. Sebaliknya, akun yang jarang diperbarui akan kehilangan pengikutnya. Maka, jadwal produksi konten perlu dikelola secara manajerial. Dari segi konten, penggunaan bahasa sederhana lebih efektif dibanding bahasa yang terlalu akademik. Audiens media sosial lebih menyukai pesan yang langsung, jelas, dan mudah dipahami. Hal ini menuntut dai untuk menyesuaikan gaya bahasa tanpa mengurangi kedalaman ilmu. Dakwah yang komunikatif akan lebih diterima daripada dakwah yang kaku. Strategi komunikasi ini merupakan bagian penting dari manajemen pesan dakwah. Visualisasi konten juga sangat memengaruhi daya tarik dakwah digital. Video dengan kualitas gambar dan suara yang baik lebih diminati audiens. Infografis dan animasi dapat memperkuat pemahaman pesan Islam. Penelitian menunjukkan bahwa konten dakwah dengan visual menarik lebih mudah viral. Dengan demikian, manajemen produksi konten harus memperhatikan aspek teknis dan estetika. Kolaborasi dengan influencer muslim terbukti efektif dalam memperluas jangkauan dakwah. Influencer memiliki basis pengikut yang besar dan loyal. Dengan kolaborasi, pesan Islam bisa menjangkau audiens yang sebelumnya sulit diraih. Strategi ini juga meningkatkan daya tarik konten dakwah. Namun, kolaborasi harus tetap menjaga nilai-nilai Islam agar tidak sekadar mengejar popularitas. Selain kolaborasi, keberhasilan dakwah digital juga ditentukan oleh pemanfaatan algoritma media sosial. Dai yang memahami algoritma dapat mengatur waktu unggah dan penggunaan kata kunci secara tepat. Hal ini meningkatkan kemungkinan konten muncul di beranda audiens. Penelitian menemukan bahwa penggunaan hashtag relevan mampu melipatgandakan jangkauan konten. Dengan demikian, literasi digital menjadi kebutuhan penting bagi para dai. Namun, dakwah digital juga menghadapi tantangan serius berupa maraknya konten radikal dan hoaks. Beberapa pihak menggunakan media sosial untuk menyebarkan paham intoleran. Hal ini berpotensi merusak citra Islam yang rahmatan lil-'alamin. Oleh karena itu, dai harus menghadirkan konten yang menyejukkan dan berbasis ilmu. Strategi ini sekaligus menjadi upaya melawan arus dakwah yang menyesatkan. Dari perspektif manajemen, evaluasi dakwah digital perlu dilakukan secara berkala. Evaluasi mencakup analisis data engagement, feedback audiens, dan dampak terhadap perubahan perilaku. Hasil evaluasi membantu menentukan strategi dakwah berikutnya. Tanpa evaluasi, dakwah berisiko stagnan dan tidak berkembang. Oleh karena itu, evaluasi harus menjadi bagian integral dari manajemen dakwah digital. Keterbukaan terhadap feedback audiens juga sangat penting dalam dakwah digital. Dai yang terbuka terhadap kritik akan lebih dihargai audiens. Interaksi ini juga membantu memperbaiki kualitas konten di masa depan. Selain itu, audiens merasa dihargai ketika pendapatnya diperhatikan. Hal ini meningkatkan kedekatan emosional antara dai dan pengikut. Dakwah digital juga dapat membentuk komunitas virtual yang solid. Komunitas ini berfungsi sebagai ruang belajar bersama dan saling mendukung dalam menjalankan ajaran Islam. Banyak grup WhatsApp dan Telegram yang terbentuk dari aktivitas dakwah digital. Komunitas ini memperkuat interaksi sosial umat Islam di dunia maya. Dengan manajemen yang baik, komunitas dapat menjadi media dakwah jangka panjang. Penelitian juga menemukan bahwa konten dakwah yang bersifat praktis lebih diminati audiens. Misalnya konten tips ibadah, doa sehari-hari, atau motivasi islami yang aplikatif. Konten ini lebih mudah diterapkan audiens dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, konten yang terlalu teoritis cenderung kurang menarik. Maka, relevansi konten dengan kebutuhan audiens menjadi faktor penting dalam strategi dakwah. Keamanan digital juga menjadi isu penting dalam dakwah online. Banyak akun dakwah yang diretas atau disalahgunakan pihak tidak bertanggung jawab. Hal ini merugikan dai dan merusak citra dakwah. Oleh karena itu, manajemen dakwah digital harus memperhatikan aspek keamanan akun dan data. Perlindungan digital merupakan bagian dari profesionalisme pengelolaan dakwah. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan storytelling memperkuat daya tarik konten dakwah. Kisah inspiratif dari Al-Qur'an, hadis, maupun pengalaman nyata lebih mudah diterima audiens. Storytelling membangun kedekatan emosional dan memudahkan internalisasi pesan Islam. Teknik ini sejalan dengan budaya komunikasi digital yang mengutamakan narasi personal. Oleh karena itu, dai perlu menguasai seni bercerita dalam dakwah digital. Manajemen dakwah digital juga harus memperhatikan keberlanjutan. Konten dakwah tidak boleh hanya viral sesaat, tetapi harus memberikan dampak jangka panjang. Strategi keberlanjutan mencakup perencanaan tema, diversifikasi konten, dan pengembangan komunitas. Dengan keberlanjutan, dakwah digital dapat menjadi gerakan sosial yang konsisten. Hal ini sejalan dengan tujuan dakwah untuk membangun umat yang berkarakter Islami. Secara umum, penelitian ini menunjukkan bahwa dakwah digital efektif jika dikelola dengan strategi manajemen yang profesional. Efektivitas bukan hanya diukur dari jumlah audiens, tetapi juga kualitas interaksi dan perubahan perilaku. Dengan memanfaatkan teknologi, dakwah mampu menembus batas ruang dan waktu. Hal ini membuktikan bahwa era digital membawa peluang besar bagi perkembangan dakwah Islam. Namun, peluang ini harus diimbangi dengan etika dan tanggung jawab. Dengan demikian, hasil penelitian menegaskan pentingnya strategi manajemen dakwah di era digital. Optimalisasi media sosial dapat meningkatkan efektivitas penyampaian pesan Islam, asalkan dilakukan dengan perencanaan matang, pelaksanaan profesional, dan evaluasi berkelanjutan. Kreativitas, konsistensi, dan etika menjadi kunci utama dalam mengelola dakwah digital. Pada akhirnya, dakwah di media sosial diharapkan mampu menampilkan wajah Islam yang damai, moderat, dan rahmatan lil-'alamin. Kesimpulan Manajemen dakwah di era digital menuntut strategi yang adaptif, kreatif, dan profesional. Optimalisasi media sosial terbukti efektif dalam meningkatkan jangkauan dan kualitas dakwah, asalkan dilakukan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang sistematis serta berlandaskan nilai-nilai Islam yang moderat dan rahmatan lil-'alamin. Daftar Pustaka Alwi, Zainuddin. (2021). Manajemen Dakwah di Era Digital. Jakarta: Prenadamedia Group.Arifin, Syamsul. (2020). "Digitalisasi Dakwah dan Tantangan Media Sosial." Jurnal Komunikasi Islam, 8(2), 134-149. Hidayat, Ahmad. (2022). Strategi Dakwah Kreatif di Media Sosial. Bandung: Remaja Rosdakarya.Nasrullah, Rulli. (2021). Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Qomar, Mujamil. (2020). "Optimalisasi Dakwah di Era Digitalisasi Informasi." Jurnal Dakwah Kontemporer, 6(1), 45-59. Suryanto, Eko. (2022). Manajemen Komunikasi Dakwah. Yogyakarta: Deepublish. . JurnalEkonomiSyariah Vol. 2. No. 1. Mei 2019 [1-16] (JADE) Journal of Global Dakwah and Community Issn : XXXX-XXXX | 2 JurnalEkonomiSyariah Vol. 2. No. 1. Mei 2019 [1-16] |