Analisis Struktural dan Semiotik Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" Karya Sapardi Djoko Damono Tuminih*1 Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan komunikasi Islam Nahdlatul Ulama Indramayu Indonesia Korespondensi:tuminihminni91@gmail.com ; Telp: +621563762712; TH Info Artikel Abstrak Riwayat artikel: Submit: Bulan XX, 20XX Review: Bulan XX, 20XX Publish: Bulan XX, 20XX (Cambria 9) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis struktur dan makna tanda (semiotik) dalam puisi "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono. Puisi ini menggambarkan renungan penyair terhadap kefanaan hidup dan kenangan yang abadi melalui diksi sederhana namun sarat makna. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan struktural dan semiotik. Analisis struktural mencakup unsur tema, diksi, citraan, dan majas, sedangkan analisis semiotik menitikberatkan pada makna tanda-tanda linguistik dan simbolik yang terkandung dalam teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa puisi ini memiliki struktur yang padu, dengan tema utama tentang kematian dan keabadian cinta. Unsur semiotik dalam puisi mencerminkan simbol-simbol alam seperti "bunga", "suara hujan", dan "nama" yang berfungsi sebagai metafora kehidupan yang sementara namun tetap hidup dalam ingatan. Dengan demikian, puisi ini menghadirkan refleksi mendalam tentang makna eksistensi manusia di hadapan waktu dan kematian. Kata Kunci : struktur, semiotik, puisi, Sapardi Djoko Damono, makna kehidupan. PENDAHULUAN Sastra merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia yang tidak hanya mencerminkan perasaan, pikiran, dan pengalaman, tetapi juga menjadi cerminan nilai-nilai sosial, budaya, dan spiritual dalam kehidupan. Melalui sastra, manusia berupaya memahami diri sendiri dan lingkungannya. Puisi, sebagai salah satu genre sastra, menempati posisi istimewa karena menyajikan gagasan dan emosi dengan bahasa yang padat, indah, dan penuh makna. Dalam puisi, kata-kata bukan sekadar alat komunikasi, melainkan simbol dan tanda yang mengandung makna berlapis. Oleh karena itu, puisi dapat dianalisis dari berbagai pendekatan, salah satunya melalui pendekatan struktural dan semiotik. Puisi Indonesia modern memiliki banyak tokoh besar yang berhasil menghadirkan karya dengan kedalaman makna dan keindahan estetika. Salah satu penyair yang menonjol dalam hal ini adalah Sapardi Djoko Damono, seorang sastrawan terkemuka yang dikenal karena kemampuannya mengolah kata sederhana menjadi karya yang sarat makna. Karya-karyanya sering kali menggambarkan kehidupan sehari-hari, cinta, waktu, dan kematian dengan bahasa yang lembut dan reflektif. Salah satu puisinya yang paling terkenal adalah "Pada Suatu Hari Nanti", yang menggambarkan renungan penyair tentang kefanaan manusia dan keabadian kenangan. Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" termasuk dalam antologi Hujan Bulan Juni, yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1994. Dalam puisi tersebut, Sapardi menghadirkan suasana tenang namun sarat makna tentang kematian sebagai sesuatu yang tak terhindarkan. Ia tidak menampilkan kematian secara tragis, melainkan sebagai bagian alami dari kehidupan. Dengan gaya bahasa sederhana, Sapardi mampu menggugah pembaca untuk merenungi makna eksistensi dan keterhubungan manusia dengan alam. Kalimat seperti "pada suatu hari nanti, jasadku tak akan ada lagi" menghadirkan kesadaran akan kefanaan, tetapi disertai keyakinan bahwa sesuatu dari diri manusia mungkin cinta, nama, atau kenangan akan tetap hidup dalam ingatan orang lain. Kedalaman makna dalam puisi ini menarik untuk dikaji dengan pendekatan struktural dan semiotik. Pendekatan struktural menitikberatkan pada hubungan antarunsur yang membangun karya sastra, seperti tema, diksi, citraan, majas, dan struktur bunyi. Analisis struktural membantu memahami bagaimana unsur-unsur itu saling berkaitan membentuk keutuhan makna puisi. Sementara itu, pendekatan semiotik berfokus pada tanda dan makna simbolik yang terdapat dalam teks sastra. Dalam konteks puisi Sapardi, tanda-tanda seperti "bunga", "suara hujan", dan "nama" tidak sekadar unsur bahasa, tetapi juga mengandung makna filosofis dan emosional yang menggambarkan hubungan manusia dengan kehidupan dan kematian. Melalui kombinasi kedua pendekatan tersebut, penelitian ini berupaya menggali makna mendalam yang terkandung dalam puisi "Pada Suatu Hari Nanti". Struktur puisi akan membantu memahami bentuk dan susunan makna yang tampak di permukaan, sedangkan semiotika akan membuka lapisan makna yang tersembunyi di balik simbol-simbol bahasa. Pendekatan ini diharapkan dapat memperlihatkan bagaimana Sapardi membangun puisi yang sederhana namun sarat filosofi. Selain memiliki nilai estetika yang tinggi, karya-karya Sapardi juga merefleksikan pandangan hidup yang penuh kebijaksanaan. Dalam puisi ini, misalnya, kematian tidak dipandang sebagai akhir, melainkan sebagai bentuk keberlanjutan makna melalui kenangan dan cinta. Pemikiran ini sejalan dengan konsep eksistensialisme dan humanisme, di mana manusia berupaya mencari makna hidup melalui relasi dengan orang lain dan dunia di sekitarnya. Sapardi menghadirkan hal tersebut melalui simbol-simbol alam yang dekat dengan keseharian manusia, seperti hujan, bunga, atau tanah, yang semuanya menjadi tanda-tanda kehidupan dan kematian. Kajian terhadap puisi "Pada Suatu Hari Nanti" juga penting dilakukan karena karya ini sering digunakan dalam pembelajaran sastra di sekolah dan perguruan tinggi. Melalui pemahaman struktural dan semiotik, siswa dan mahasiswa dapat belajar bagaimana puisi dibangun secara sistematis dan bagaimana makna terbentuk dari tanda-tanda bahasa. Dengan demikian, analisis ini tidak hanya memiliki nilai akademik, tetapi juga nilai pedagogis. Dalam konteks kajian sastra Indonesia modern, analisis semiotik juga semakin berkembang. Sastra tidak lagi dipahami hanya sebagai ekspresi perasaan pengarang, tetapi juga sebagai sistem tanda yang memerlukan pembacaan cermat. Setiap kata dalam puisi memiliki potensi untuk menjadi simbol, yang maknanya ditentukan oleh konteks budaya dan pengalaman pembaca. Oleh karena itu, analisis semiotik terhadap karya Sapardi dapat membuka pemahaman baru tentang cara puisi bekerja sebagai sistem tanda yang kompleks. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam dua hal. Pertama, memperkaya kajian sastra Indonesia dengan analisis mendalam terhadap karya salah satu penyair besar Indonesia. Kedua, memberikan contoh konkret penerapan teori struktural dan semiotik dalam analisis puisi sehingga dapat menjadi referensi bagi penelitian sastra selanjutnya. KAJIAN TEORI Puisi merupakan bentuk karya sastra yang paling padat dan indah dalam penggunaan bahasa. Melalui puisi, penyair mengungkapkan gagasan, perasaan, dan pengalamannya dengan gaya bahasa yang khas, imajinatif, dan penuh makna. Menurut Waluyo (2002:1), puisi adalah karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan kekuatan bahasa pada struktur fisik dan struktur batin. Sementara itu, Pradopo (1997:7) menjelaskan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindra dalam susunan yang berirama. Bahasa dalam puisi berbeda dari bahasa sehari-hari karena mengandung konotasi, simbol, dan makna tersembunyi. Penyair menggunakan bahasa sebagai alat untuk menciptakan efek emosional dan estetis. Dalam puisi, setiap kata memiliki nilai makna yang tinggi; tidak hanya berfungsi secara denotatif, tetapi juga membawa makna kias, metaforis, dan simbolis. Oleh karena itu, puisi sering disebut sebagai bentuk komunikasi yang "terkompresi" - di mana satu kata bisa mewakili banyak makna sekaligus. Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono termasuk dalam jenis puisi lirik, yaitu puisi yang mengekspresikan perasaan pribadi penyair. Lirik puisi ini menggambarkan kontemplasi penyair terhadap kematian dan keabadian, disampaikan dengan bahasa yang lembut, penuh ketenangan, dan kesadaran spiritual. Tema seperti ini lazim dijumpai dalam karya Sapardi yang dikenal dengan gaya reflektif dan minimalis. 2.2 Unsur-Unsur Pembangun Puisi Dalam analisis struktural, puisi dipahami sebagai sistem yang terdiri atas unsur-unsur yang saling berkaitan. Unsur-unsur tersebut terbagi menjadi unsur fisik dan unsur batin (Pradopo, 2002:30). 2.2.1 Unsur Fisik (Struktur Luar Puisi) Unsur fisik puisi meliputi: 1. Diksi (Pilihan Kata) Diksi adalah pemilihan kata yang digunakan penyair untuk mengekspresikan makna tertentu. Dalam puisi Sapardi, diksi yang digunakan cenderung sederhana, namun mengandung kedalaman makna. Misalnya, kata "bunga", "suara", dan "nama" yang tampak biasa, tetapi menyimpan simbol kehidupan dan kenangan. 2. Citraan (Imagery) Citraan adalah penggunaan bahasa yang menimbulkan gambaran indra (visual, auditif, kinestetik, dan sebagainya). Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" banyak menggunakan citraan alam seperti bunga dan suara hujan yang menghidupkan suasana kesunyian dan keabadian. 3. Majas atau Gaya Bahasa Majas berfungsi memperkuat efek estetika dan emosional puisi. Gaya bahasa Sapardi cenderung metaforis, menampilkan perbandingan dan simbol yang halus, seperti metafora kematian yang digambarkan tanpa kesedihan. 4. Rima dan Irama Irama dalam puisi memberikan kesan musikalitas dan keindahan bunyi. Meskipun puisi Sapardi tidak selalu berima, ia memiliki ritme lembut yang seolah menyerupai suara alam menggambarkan ketenangan menjelang keheningan. 5. Tipografi Susunan baris dan bait dalam puisi juga berperan penting. Sapardi biasanya menulis dengan format baris pendek, yang mencerminkan kesederhanaan dan ketepatan makna. 2.2.2 Unsur Batin (Struktur Dalam Puisi) Unsur batin mencakup: 1. Tema - ide pokok atau gagasan utama puisi. Tema "Pada Suatu Hari Nanti" adalah kesadaran akan kefanaan manusia dan keyakinan akan keabadian kenangan. 2. Nada dan Suasana - nada menunjukkan sikap penyair terhadap pembaca, sedangkan suasana menunjukkan efek yang ditimbulkan pada pembaca. Dalam puisi ini, nada yang disampaikan adalah tenang dan pasrah, sementara suasana yang muncul adalah melankolis namun damai. 3. Perasaan (Feeling) - puisi ini lahir dari renungan mendalam tentang hidup dan mati, menggambarkan perasaan ikhlas dan kedewasaan spiritual. 4. Amanat (Pesan) - pesan utama yang ingin disampaikan adalah bahwa manusia mungkin akan tiada secara fisik, tetapi makna dan cinta akan terus hidup dalam kenangan. 2.3 Pendekatan Struktural dalam Kajian Puisi Pendekatan struktural dalam sastra menekankan bahwa karya sastra merupakan sistem otonom yang harus dipahami dari dalam teks itu sendiri. Teeuw (1984:135) menyatakan bahwa pendekatan struktural berfokus pada hubungan antarunsur dalam karya sastra yang membentuk keutuhan makna. Artinya, karya sastra tidak perlu dikaitkan dengan biografi pengarang atau kondisi sosial, karena maknanya sudah ada dalam struktur teks itu sendiri. Dalam konteks puisi "Pada Suatu Hari Nanti", pendekatan struktural digunakan untuk melihat bagaimana unsur-unsur pembangun puisi seperti tema, diksi, majas, citraan, dan tipografi saling berhubungan dan menghasilkan makna tertentu. Struktur puisi Sapardi yang repetitif misalnya, memperkuat gagasan tentang waktu dan siklus kehidupan yang berulang. Dengan demikian, analisis struktural membantu pembaca memahami bagaimana makna dibangun secara sistematis melalui unsur bahasa. 2.4 Pendekatan Semiotik dalam Kajian Sastra Semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda. Menurut Ferdinand de Saussure (1916), tanda adalah satuan yang terdiri atas dua aspek, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk fisik tanda, sedangkan petanda adalah konsep atau makna yang diwakilinya. Misalnya, kata "bunga" sebagai penanda dapat menandai konsep keindahan, kehidupan, atau kenangan tergantung konteksnya. Sementara itu, Charles Sanders Peirce (1931) mengembangkan teori semiotik dengan membedakan tiga jenis tanda, yaitu: 1. Ikon, yaitu tanda yang memiliki kemiripan dengan objek yang diwakilinya (misalnya gambar bunga sebagai ikon dari bunga nyata). 2. Indeks, yaitu tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat atau kedekatan eksistensial dengan objek (misalnya asap sebagai indeks dari api). 3. Simbol, yaitu tanda yang hubungan maknanya ditentukan oleh konvensi budaya atau kesepakatan (misalnya bunga sebagai simbol cinta atau kehidupan). Dalam puisi, tanda-tanda linguistik sering berfungsi sebagai simbol yang memiliki makna berlapis. Oleh karena itu, analisis semiotik terhadap puisi tidak berhenti pada makna literal, tetapi menelusuri makna konotatif, simbolik, dan filosofis. Barthes (1967) mengembangkan gagasan semiotika dua tingkat atau denotasi dan konotasi. Menurutnya, makna pertama (denotatif) adalah makna langsung yang ditangkap dari teks, sedangkan makna kedua (konotatif) adalah makna budaya dan ideologis yang tersirat. Dalam puisi Sapardi, misalnya, kata "bunga" secara denotatif berarti tumbuhan indah, tetapi secara konotatif bisa melambangkan keindahan hidup yang sementara. 2.5 Relevansi Pendekatan Struktural dan Semiotik terhadap Analisis Puisi Menggabungkan pendekatan struktural dan semiotik dalam analisis puisi memberikan keuntungan ganda. Pendekatan struktural membantu menjelaskan bagaimana puisi dibentuk, sedangkan semiotik membantu menjelaskan bagaimana makna diciptakan melalui tanda. Dengan demikian, keduanya saling melengkapi. Dalam puisi "Pada Suatu Hari Nanti", struktur formal seperti pengulangan baris dan pilihan diksi yang sederhana berfungsi sebagai sarana penyampaian tanda-tanda simbolik. Misalnya, pengulangan frasa "pada suatu hari nanti" menjadi penanda waktu yang tidak pasti simbol perjalanan hidup menuju kematian. Sementara kata "bunga" menandakan kehidupan yang indah namun fana, dan "nama" menjadi simbol identitas yang abadi di ingatan orang lain. Pendekatan ini juga sesuai dengan konsep puisi sebagai sistem tanda estetik (Riffaterre, 1978), di mana setiap unsur puisi memiliki fungsi semantik dan semiotik. Riffaterre menekankan bahwa makna puisi tidak dapat ditangkap secara langsung, melainkan melalui proses pembacaan yang berlapis. Ia membedakan antara meaning (makna linguistik) dan significance (makna sastra yang tersembunyi). Dalam konteks ini, makna puisi Sapardi tidak hanya ditemukan pada kata-kata yang tertulis, tetapi juga pada simbol-simbol yang mengandung nilai kehidupan, cinta, dan kematian. 2.6 Teori Strukturalisme dan Penerapannya dalam Puisi Strukturalisme sebagai teori sastra berakar pada linguistik struktural Ferdinand de Saussure. Dalam pandangan strukturalisme, bahasa dan sastra adalah sistem tanda yang maknanya ditentukan oleh relasi antarunsur. Strukturalisme memandang bahwa sebuah teks sastra memiliki struktur yang membentuk kesatuan utuh. Oleh karena itu, analisis struktural berfokus pada hubungan fungsional antara unsur-unsur teks, bukan pada faktor eksternal seperti pengarang atau pembaca. Dalam puisi Sapardi, struktur teksnya memperlihatkan keseimbangan antara bentuk dan isi. Misalnya, penggunaan repetisi menciptakan ritme yang menegaskan makna kefanaan. Sementara struktur bait yang pendek-pendek memberikan kesan kontemplatif. Semua elemen tersebut membentuk keutuhan makna yang mencerminkan pemikiran eksistensial penyair. 2.7 Teori Semiotika Riffaterre dalam Analisis Puisi Michael Riffaterre (1978) berpendapat bahwa puisi adalah ekspresi tidak langsung (indirect expression) yang maknanya tidak dapat dipahami secara literal. Ia memperkenalkan tiga konsep penting dalam analisis semiotik puisi, yaitu: 1. Heuristic Reading - pembacaan pertama untuk memahami makna literal teks. 2. Hermeneutic Reading - pembacaan kedua untuk menyingkap makna tersembunyi. 3. Matrix, Model, and Variants - Matrix adalah ide dasar puisi, Model adalah bentuk linguistik yang mewakilinya, sedangkan Variants adalah variasi bentuk yang mendukung pengembangan makna. Jika teori ini diterapkan pada puisi "Pada Suatu Hari Nanti", maka "kematian" dapat dianggap sebagai matrix (ide dasar), sedangkan "bunga", "suara hujan", dan "nama" merupakan model dan variants yang merepresentasikan gagasan keabadian dalam kehidupan manusia.Kajian teori adalah bagian penting dari artikel ilmiah yang bertujuan untuk menyajikan dasar konseptual yang mendukung penelitian. METODE Penelitian ini berfokus pada analisis teks puisi, bukan pada respon pembaca atau latar sosial pengarang. Karena itu, pendekatan yang digunakan bersifat tekstual-analitik, yakni menelaah puisi sebagai sistem tanda yang otonom. Penelitian ini tidak mencari kebenaran objektif di luar teks, melainkan memahami makna yang terkandung di dalam teks melalui pembacaan cermat dan sistematis. Dengan demikian, penelitian ini termasuk dalam penelitian sastra struktural-semiotik, yaitu gabungan antara analisis struktur karya sastra dengan interpretasi tanda-tanda linguistik dan simbolik yang terdapat di dalamnya. Tujuannya adalah memahami bagaimana unsur-unsur pembentuk puisi saling berkaitan membentuk makna yang utuh dan bagaimana tanda-tanda dalam puisi bekerja menyampaikan pesan-pesan simbolis yang mendalam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural dan semiotik. 1. Pendekatan Struktural Pendekatan struktural digunakan untuk menguraikan unsur-unsur pembentuk puisi dan keterkaitannya dalam menciptakan makna keseluruhan. Teeuw (1984) menyatakan bahwa karya sastra adalah suatu struktur yang unsur-unsurnya memiliki hubungan timbal balik dan membentuk keutuhan. Dalam analisis ini, struktur puisi "Pada Suatu Hari Nanti" akan ditinjau dari unsur tematik (tema dan amanat), unsur fisik (diksi, citraan, majas, tipografi, dan rima), serta unsur batin (nada, suasana, dan perasaan). 2. Pendekatan Semiotik Pendekatan semiotik digunakan untuk menafsirkan tanda-tanda dan simbol yang terdapat dalam puisi. Ferdinand de Saussure (1916) memandang bahasa sebagai sistem tanda yang terdiri atas penanda (signifier) dan petanda (signified). Sementara Charles S. Peirce (1931) mengklasifikasikan tanda menjadi ikon, indeks, dan simbol. Dalam konteks puisi, tanda-tanda linguistik seperti kata "bunga", "nama", dan "suara hujan" tidak hanya memiliki makna literal, tetapi juga makna konotatif yang lebih dalam. Melalui pendekatan semiotik, penelitian ini akan menelusuri bagaimana tanda-tanda tersebut membentuk makna tentang kehidupan, kematian, dan keabadian. Kedua pendekatan tersebut digunakan secara terpadu agar hasil analisis bersifat menyeluruh. Analisis struktural akan menjelaskan bagaimana puisi dibangun, sementara analisis semiotik akan menjelaskan mengapa tanda-tanda tertentu digunakan dan apa makna simbolik yang dikandungnya. Objek penelitian ini adalah teks puisi berjudul "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono, yang termuat dalam antologi Hujan Bulan Juni (1994). Puisi tersebut dipilih karena memiliki karakteristik unik dalam hal kesederhanaan bahasa namun sarat makna simbolik dan reflektif. Secara tematik, puisi ini menggambarkan kesadaran manusia terhadap kefanaan hidup, tetapi juga keyakinan akan keabadian melalui kenangan dan cinta. Puisi ini memiliki struktur yang ringkas dengan pengulangan frasa "pada suatu hari nanti" sebagai penanda temporal yang dominan. Unsur repetisi ini menjadi kunci dalam analisis struktural, sementara simbol-simbol seperti "bunga", "suara", dan "nama" menjadi fokus utama dalam analisis semiotik. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah teks puisi "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono yang diambil dari buku Hujan Bulan Juni (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1994). Seluruh baris dan bait puisi menjadi bahan utama analisis. Sumber data sekunder adalah berbagai literatur yang relevan dengan teori struktural dan semiotik, serta kajian tentang puisi dan karya Sapardi Djoko Damono. Beberapa di antaranya meliputi: a) Teeuw, A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. b) Pradopo, R. D. (2002). Pengkajian Puisi. c) Riffaterre, M. (1978). Semiotics of Poetry. d) Saussure, F. de. (1916). Course in General Linguistics. e) Peirce, C. S. (1931). Collected Papers. f) Barthes, R. (1967). Elements of Semiology. Selain itu, beberapa artikel dan jurnal yang membahas karya Sapardi juga digunakan untuk memperkuat analisis teoretis dan mendukung interpretasi makna. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka (library research). Studi pustaka adalah metode pengumpulan data dengan menelaah berbagai sumber tertulis yang relevan dengan topik penelitian, baik berupa buku, jurnal ilmiah, artikel, maupun karya sastra itu sendiri. Langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik ini antara lain: 1. Membaca dan menelaah teks puisi secara mendalam Pembacaan dilakukan berulang-ulang untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh terhadap struktur dan makna yang terkandung di dalamnya. 2. Mencatat unsur-unsur penting dalam puisi Unsur yang dicatat meliputi diksi, citraan, majas, struktur bait, dan simbol-simbol yang menonjol. 3. Mengumpulkan referensi teoretis Literatur yang berkaitan dengan teori strukturalisme, semiotika, dan analisis puisi dikumpulkan sebagai landasan untuk menafsirkan makna teks. 4. Mengklasifikasikan data berdasarkan kategori analisis Data yang telah diperoleh kemudian diklasifikasikan sesuai kategori analisis struktural (unsur fisik dan batin) dan semiotik (tanda dan simbol). 5. Menarik kesimpulan awal Setelah proses pengumpulan data selesai, peneliti mulai menyusun interpretasi awal yang kemudian diuji dan diperdalam dalam tahap analisis. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan utama, yaitu analisis struktural dan analisis semiotik, yang diterapkan secara berurutan dan saling melengkapi. Analisis struktural dilakukan dengan mengidentifikasi dan mendeskripsikan unsur-unsur pembentuk puisi, antara lain: 1. Tema - gagasan pokok yang menjadi dasar keseluruhan isi puisi. 2. Diksi - pilihan kata yang digunakan penyair untuk menghidupkan makna dan suasana. 3. Citraan (Imagery) - gambaran indra yang muncul melalui bahasa puisi. 4. Majas (Gaya Bahasa) - penggunaan kiasan yang memperindah dan memperkuat makna. 5. Tipografi dan Struktur Bait - susunan visual puisi yang berperan dalam membangun ritme dan makna. Analisis struktural membantu mengungkap bagaimana unsur-unsur tersebut membentuk keutuhan makna. Setelah struktur diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah menafsirkan fungsi dan hubungan antarunsur tersebut untuk memahami pesan yang ingin disampaikan penyair. Tahap kedua adalah analisis semiotik, yang berfokus pada penafsiran tanda-tanda dan simbol yang terdapat dalam teks. Analisis ini mengikuti model teori semiotik dari Riffaterre (1978) dan Saussure (1916). Langkah-langkahnya meliputi: 1. Identifikasi tanda-tanda linguistik dalam teks Peneliti menandai kata, frasa, atau citra yang berpotensi mengandung makna simbolik, misalnya "bunga", "nama", "suara hujan", dan "tanah". 2. Menentukan jenis tanda Berdasarkan teori Peirce, tanda dapat dikategorikan sebagai ikon, indeks, atau simbol. Misalnya, "bunga" dapat diinterpretasikan sebagai simbol keindahan dan kefanaan. 3. Menganalisis hubungan penanda dan petanda Analisis dilakukan untuk mengetahui bagaimana bentuk bahasa (penanda) mengacu pada konsep tertentu (petanda) dalam konteks puisi. 4. Menafsirkan makna konotatif Peneliti menggali makna tersirat atau konotatif dari tanda-tanda tersebut, serta mengaitkannya dengan tema dan pesan puisi. 5. Menyusun makna keseluruhan Setelah semua tanda ditafsirkan, hasilnya disintesiskan untuk membentuk pemahaman menyeluruh mengenai pesan dan makna filosofis puisi. Singkatan dan Akronim Definisikan singkatan dan akronim saat pertama kali digunakan dalam teks, meskipun sudah didefinisikan dalam abstrak. Singkatan seperti IEEE, SI, MKS, CGS, ac, dc, dan rms tidak perlu didefinisikan. Jangan gunakan singkatan dalam judul kecuali jika benar-benar tidak dapat dihindari. Aneka ragam Penggunaan simbol angka Romawi untuk penomoran bab atau subbab bersifat opsional. Jika Anda menggunakan simbol angka Romawi, maka bagian referensi, bagian ucapan terima kasih, dan subjudul atau subbab tidak dalam format huruf. Gunakan dua spasi untuk memisahkan antar-subbab. Gunakan tanda hubung pada kata-kata yang dimodifikasi: "magnetisasi berpendingin medan nol", hindari kalimat tidak beraturan seperti, "Dengan menggunakan (1), perbedaan potensial telah dihitung", penulisan yang tepat seharusnya adalah "perbedaan potensial dihitung dengan menggunakan persamaan (1), "atau" dengan menggunakan persamaan (1), kami menghitung perbedaan potensial ". HASIL DAN PEMBAHASAN Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono termasuk dalam antologi Hujan Bulan Juni (1994). Puisi ini berjumlah delapan baris dengan struktur yang sangat sederhana, tetapi menyimpan makna eksistensial yang mendalam. Berikut teks puisinya: Pada Suatu Hari Nanti Pada suatu hari nanti jasadku tak akan ada lagi, tapi dalam bait-bait sajak ini kau tak akan kurelakan sendiri. Pada suatu hari nanti suaraku tak terdengar lagi, tapi di antara larik-larik sajak ini kau akan tetap kusiasati. Puisi ini menggambarkan kesadaran penyair akan kefanaan manusia dan upayanya untuk mengabadikan eksistensi melalui karya sastra. Dengan gaya bahasa yang sederhana, Sapardi menyampaikan refleksi mendalam tentang kematian, cinta, dan keabadian. Diksi yang digunakan sangat ekonomis, tanpa kata yang berlebihan, namun setiap kata membawa bobot makna yang simbolik dan emosional. 4.2 Analisis Struktural Puisi Analisis struktural berfungsi untuk melihat bagaimana unsur-unsur pembentuk puisi bekerja secara koheren membangun makna. Berdasarkan pendekatan struktural yang dikemukakan oleh Teeuw (1984) dan Pradopo (2002), unsur-unsur yang akan dianalisis meliputi tema, diksi, citraan, majas, suasana, dan struktur bunyi/irama. 4.2.1 Tema Tema utama puisi ini adalah kematian dan keabadian cinta. Penyair menampilkan kesadaran eksistensial bahwa pada suatu hari nanti jasad dan suara penyair akan lenyap, tetapi karya puisinya akan tetap hidup dan menjadi saksi keberadaan dirinya. Tema ini juga mencerminkan pandangan filosofis bahwa seni dan cinta dapat melampaui kematian. Sapardi menggambarkan bahwa meskipun tubuh fana, "bait-bait sajak" menjadi media untuk hidup selamanya di dalam hati pembaca. Tema sekunder yang mendukung adalah kesetiaan - tercermin dalam larik "kau tak akan kurelakan sendiri" yang menunjukkan keterikatan batin antara penyair dan sosok "kau" yang bisa dimaknai sebagai kekasih, pembaca, atau kemanusiaan itu sendiri. 4.2.2 Diksi (Pilihan Kata) Diksi dalam puisi ini sangat khas gaya Sapardi: sederhana, komunikatif, namun simbolik. Beberapa diksi penting antara lain: 1. "Pada suatu hari nanti" - merupakan repetisi yang mengandung makna temporal sekaligus peringatan akan kepastian kematian. Frasa ini menjadi pengikat antarbagian dan menciptakan ritme melankolis. 2. "Jasadku" dan "suaraku" - diksi ini menandakan bagian fisik manusia yang akan hilang, menegaskan kefanaan. 3. "Bait-bait sajak" dan "larik-larik sajak" - menunjukkan bahwa puisi adalah medium eksistensi. 4. "Kurelakan" dan "kusiasati" - kata kerja aktif yang menunjukkan upaya manusia untuk melawan kefanaan melalui karya dan ingatan. Keseluruhan diksi memperlihatkan kontras antara kefanaan jasmani dan keabadian maknawi. 4.2.3 Citraan (Imagery) Citraan yang digunakan Sapardi bersifat auditif dan visual simbolik. a) Citraan auditif muncul dalam larik "suaraku tak terdengar lagi", menandakan keheningan setelah kematian. b) Citraan visual tampak dalam "bait-bait sajak" dan "larik-larik sajak", yang menggambarkan teks sebagai wadah kehidupan baru bagi penyair. Citraan-citraan ini bekerja membangun kesan hening, damai, dan reflektif - tidak menakutkan seperti gambaran kematian pada umumnya. 4.2.4 Majas (Gaya Bahasa) Puisi ini menggunakan berbagai majas yang memperkuat makna: 1. Majas Repetisi: Frasa "pada suatu hari nanti" diulang dua kali sebagai penegasan waktu yang pasti akan tiba, memberi efek ritmis dan menekankan kepastian kematian. 2. Majas Personifikasi: "Kau tak akan kurelakan sendiri" memberikan sifat manusiawi pada hubungan antara penyair dan puisinya, seolah-olah puisi memiliki jiwa yang bisa menemani. 3. Majas Metafora: "Bait-bait sajak" menjadi metafora bagi warisan jiwa penyair yang akan tetap hidup meskipun jasad telah tiada. 4. Majas Eufemisme: Kata "tak akan ada lagi" digunakan untuk menggantikan kata "mati" agar terdengar lebih lembut dan reflektif. 4.2.5 Suasana dan Nada Suasana puisi ini adalah melankolis, tenang, dan kontemplatif. Tidak ada kesedihan berlebihan; justru muncul ketenangan dalam menerima kematian. Nada yang digunakan bersifat pasrah namun optimistis, menunjukkan bahwa penyair tidak menolak kematian, tetapi memaknainya sebagai jalan menuju keabadian makna. 4.2.6 Struktur Bunyi dan Irama Meskipun tidak berima tetap, puisi ini memiliki irama repetitif yang diciptakan oleh pengulangan frasa dan kesamaan jumlah suku kata pada tiap baris. Pengulangan konsonan dan vokal menciptakan alunan lembut, khas gaya lirisme Sapardi. Ritme ini menimbulkan efek musikal dan memperkuat kesan renungan batin. 4.3 Analisis Semiotik Analisis semiotik digunakan untuk menafsirkan tanda dan simbol dalam puisi. Berdasarkan teori Saussure dan Peirce, tanda (sign) terdiri dari penanda (signifier) dan petanda (signified) yang saling membentuk makna. Dalam puisi "Pada Suatu Hari Nanti", Sapardi menggunakan beberapa tanda utama yang sarat simbolisme. 4.3.1 Tanda "Pada Suatu Hari Nanti" a) Penanda: Frasa "pada suatu hari nanti" b) Petanda: Masa depan yang pasti, kematian yang akan tiba. Frasa ini melambangkan kepastian waktu, penanda bahwa kehidupan memiliki batas. Namun, penggunaannya yang berulang juga menandakan penerimaan bukan ketakutan terhadap kematian. Ini adalah simbol ketenangan eksistensial. 4.3.2 Tanda "Jasadku" dan "Suaraku" Kedua kata ini merupakan representasi dari tubuh dan ekspresi manusia. Dalam konteks semiotik, jasad dan suara adalah ikon dari eksistensi manusia di dunia nyata. Ketika keduanya hilang, makna kehidupan berpindah ke ranah simbolik: ke dalam "bait-bait sajak". Artinya, tubuh lenyap, tetapi jiwa dan pikiran tetap abadi melalui karya. 4.3.3 Tanda "Bait-bait Sajak" dan "Larik-larik Sajak" Kedua frasa ini merupakan metasign, yakni tanda yang mengacu pada tanda lain (puisi). a) "Bait-bait sajak" berfungsi sebagai simbol memori dan keabadian. b) "Larik-larik sajak" menandakan jejak spiritual penyair. Dalam pandangan Riffaterre (1978), puisi bekerja melalui "ketidaklangsungan ekspresi", artinya makna sejati tidak terdapat pada permukaan teks, melainkan di balik sistem tanda yang digunakan. Maka, "sajak" di sini tidak sekadar teks, melainkan metafora untuk kehadiran abadi penyair dalam bahasa. 4.3.4 Tanda "Kau" Kata "kau" merupakan simbol relasional. Ia dapat dimaknai sebagai: 1. Kekasih - jika dibaca sebagai puisi cinta. 2. Pembaca - jika dilihat dari konteks literer. 3. Kemanusiaan - jika dimaknai filosofis. Simbol ini bersifat terbuka, dan ketidakjelasan referennya justru memperkuat daya universal puisi ini. Siapa pun bisa menjadi "kau" yang dimaksud penyair, sehingga makna puisi menjadi lebih inklusif. 4.3.5 Tanda "Kurelakan" dan "Kusiasati" Kata "kurelakan" menunjukkan sikap pasrah, sedangkan "kusiasati" menunjukkan ikhtiar atau strategi untuk melawan kefanaan. Kedua tanda ini membentuk oposisi makna yang menarik: a) "Kurelakan" = penerimaan terhadap kematian. b) "Kusiasati" = perlawanan halus terhadap kefanaan melalui karya. Dari oposisi ini lahir makna baru: bahwa kematian bukan akhir, melainkan bagian dari strategi kehidupan menuju keabadian dalam makna. 4.4 Sintesis Makna: Struktur dan Semiotik Jika dianalisis secara keseluruhan, puisi ini menunjukkan keterpaduan antara bentuk (struktur) dan makna (semiotik). Struktur formal puisi yang sederhana justru menegaskan gagasan semiotik tentang kesederhanaan yang abadi. Beberapa poin penting hasil sintesis: 1. Hubungan antara struktur dan makna Pengulangan struktur "pada suatu hari nanti" membentuk ritme yang melambangkan siklus kehidupan dan kematian. 2. Makna semiotik kematian Kematian dalam puisi ini tidak dihadirkan sebagai tragedi, tetapi sebagai transisi dari wujud fisik menuju wujud simbolik (bahasa dan kenangan). 3. Simbol keabadian karya "Bait-bait sajak" menjadi lambang bahwa karya sastra memiliki daya hidup yang lebih panjang dari tubuh penciptanya. Puisi menjadi media abadi yang menyimpan suara penyair untuk generasi selanjutnya. 4. Dimensi spiritual dan humanistik Puisi ini juga menyingkap dimensi spiritual: kesadaran bahwa manusia fana, namun memiliki kemampuan menciptakan makna yang kekal melalui cinta dan bahasa. 4.5 Diskusi: Puisi Sebagai Jejak Keabadian Sapardi Djoko Damono dalam puisi ini menghadirkan konsep keabadian dalam kefanaan. Ia tidak menolak kematian, tetapi mengajarkannya sebagai bagian dari siklus alamiah yang justru memperkuat nilai kehidupan. Dalam kerangka semiotik, kematian adalah tanda yang memanggil tanda lain tanda kehidupan baru dalam bahasa. Karya ini juga mencerminkan filosofi estetika Sapardi: "Kesederhanaan adalah kedalaman." Dengan bahasa yang minimalis, ia mampu membuka ruang interpretasi luas. Tidak ada kata yang mubazir; setiap larik bekerja sebagai sistem tanda yang saling mengikat membentuk makna total. Puisi ini menegaskan bahwa bahasa dapat menaklukkan waktu. Tubuh manusia mungkin sirna, tetapi kata-kata yang ditulisnya tetap hidup di antara pembaca. Inilah kekuatan semiotik tertinggi dalam puisi ketika tanda tidak lagi sekadar simbol, tetapi menjadi jejak keabadian manusia. Berdasarkan hasil analisis struktural dan semiotik, dapat disimpulkan bahwa puisi "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono menampilkan harmoni antara bentuk dan makna. Secara struktural, puisi ini memiliki konstruksi sederhana namun kuat dalam pengulangan dan ritme. Secara semiotik, puisi ini menyimpan simbol-simbol mendalam tentang kematian, keabadian, dan cinta yang melampaui waktu. Sapardi melalui puisinya membuktikan bahwa karya sastra bukan hanya ekspresi emosi, tetapi juga tanda keberadaan manusia yang abadi dalam bahasa. Dengan demikian, puisi ini tidak hanya menjadi teks sastra, melainkan juga monumen makna yang menegaskan bahwa meskipun jasad dan suara penyair lenyap, "sajak" akan terus berbicara untuknya di masa depan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis struktural dan semiotik terhadap puisi "Pada Suatu Hari Nanti" karya Sapardi Djoko Damono, dapat disimpulkan bahwa puisi ini merupakan karya liris yang sederhana secara bentuk, tetapi kaya akan makna simbolik dan reflektif secara isi. Melalui pilihan diksi yang ekonomis dan ritme yang tenang, Sapardi menyampaikan pemikiran filosofis tentang kefanaan manusia dan keabadian makna melalui karya. Dari hasil penelitian, beberapa simpulan utama dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Aspek Struktural Secara struktural, puisi ini dibangun melalui unsur-unsur yang saling mendukung dan menciptakan keutuhan makna. a. Tema Tema utama puisi ini adalah kematian dan keabadian cinta. Penyair menghadirkan kesadaran eksistensial bahwa kehidupan manusia bersifat sementara, tetapi nilai-nilai cinta dan karya dapat hidup selamanya melalui bahasa dan kenangan. b. Diksi Pilihan kata seperti "jasadku", "suaraku", "bait-bait sajak", dan "larik-larik sajak" menunjukkan kontras antara hal yang fana dan yang abadi. Sapardi menggunakan bahasa yang sederhana namun penuh kedalaman makna. Diksi "pada suatu hari nanti" menjadi pengikat yang menghubungkan seluruh bagian puisi dan menciptakan efek ritmis. c. Citraan dan Gaya Bahasa Citraan auditif dan visual membangun suasana reflektif. Majas repetisi, metafora, dan personifikasi memperkuat kesan lembut dan kontemplatif. Pengulangan frasa "pada suatu hari nanti" bukan hanya fungsi musikal, tetapi juga simbol siklus waktu yang pasti datang. d. Nada dan Suasana Nada puisi bersifat tenang, ikhlas, dan penuh penerimaan. Tidak ada ketakutan menghadapi kematian, tetapi justru muncul optimisme bahwa sesuatu dari manusia akan tetap hidup. Suasana yang dibangun adalah melankolis, namun damai. e. Struktur Irama dan Bunyi Meskipun tanpa pola rima yang ketat, puisi ini memiliki alunan irama internal yang lembut melalui pengulangan bunyi vokal dan konsonan. Struktur bunyi memperkuat kesan musikal dan menambah kedalaman emosional. 2. Aspek Semiotik Secara semiotik, puisi ini merupakan sistem tanda yang kompleks, di mana setiap kata dan frasa memiliki makna simbolik yang mengacu pada konsep filosofis tentang kehidupan, kematian, dan keabadian. a. Makna Tanda "Pada Suatu Hari Nanti" Frasa ini menjadi tanda temporal yang menandai kepastian akan datangnya kematian. Namun, melalui pengulangan, frasa ini juga menjadi simbol ketenangan dan penerimaan terhadap siklus alamiah kehidupan. b. Makna Tanda "Jasadku" dan "Suaraku" Kedua tanda ini menggambarkan eksistensi fisik manusia yang akan hilang. Namun, kehilangan itu tidak berarti ketiadaan total, sebab penyair menegaskan bahwa eksistensinya akan beralih ke dalam "bait-bait sajak". c. Makna Tanda "Bait-bait Sajak" dan "Larik-larik Sajak" Puisi dan bahasa menjadi simbol keabadian. Sapardi menunjukkan bahwa karya sastra dapat menjadi wadah bagi jiwa dan pemikiran manusia untuk terus hidup melampaui waktu dan kematian. d. Makna Tanda "Kau" "Kau" adalah simbol universal yang dapat merujuk pada kekasih, pembaca, atau manusia secara umum. Tanda ini bersifat relasional dan menegaskan hubungan antara penyair dan pembacanya dalam ikatan spiritual dan emosional yang abadi. e. Makna Tanda "Kurelakan" dan "Kusiasati" Kedua tanda ini merepresentasikan dualitas antara penerimaan dan perlawanan. "Kurelakan" menunjukkan kepasrahan terhadap kefanaan, sedangkan "kusiasati" menggambarkan upaya melawan kefanaan melalui penciptaan karya. Kombinasi keduanya membentuk makna harmonis: kematian bukan akhir, melainkan transformasi menuju keabadian dalam makna. 3. Hubungan Struktur dan Makna (Sintesis Struktural-Semiotik) Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur formal puisi mendukung dan memperkuat makna semiotiknya. Struktur yang ringkas, repetitif, dan simetris mencerminkan ketertiban dan ketenangan menghadapi kematian. Makna semiotik yang dihasilkan pun menjadi selaras bahwa kehidupan manusia akan berlanjut melalui simbol, bahasa, dan kenangan. Keterpaduan antara bentuk dan makna memperlihatkan keutuhan estetik puisi ini. Secara struktural, puisi ini menampilkan kesederhanaan bentuk; secara semiotik, ia menyimpan kompleksitas makna. Sapardi berhasil menghadirkan paradoks indah antara kesederhanaan lahiriah dan kedalaman batiniah. 4. Nilai Filosofis dan Estetik Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" mengandung nilai filosofis yang tinggi. Melalui tanda-tanda linguistik yang sederhana, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan eksistensi manusia. Kematian dipahami bukan sebagai akhir, tetapi sebagai bagian dari perjalanan menuju keabadian spiritual dan intelektual. Secara estetik, puisi ini memperlihatkan bahwa keindahan tidak selalu terletak pada kerumitan bahasa, tetapi pada kekuatan makna yang tersembunyi di balik kesederhanaan kata. Puisi ini menjadi bukti bahwa bahasa dapat menjadi wadah bagi nilai-nilai abadi kemanusiaan. 5. Kontribusi Karya terhadap Kajian Sastra Hasil penelitian menunjukkan bahwa karya ini penting untuk dikaji dalam konteks sastra modern Indonesia karena: 1. Mewakili gaya khas Sapardi Djoko Damono yang mengedepankan kesederhanaan namun sarat makna filosofis. 2. Menjadi contoh konkret penerapan teori struktural dan semiotik dalam analisis puisi modern. 3. Memberikan inspirasi bahwa puisi dapat menjadi sarana eksistensial dan spiritual, bukan sekadar ekspresi estetika. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, beberapa saran dapat diberikan kepada berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang bahasa, sastra, dan pendidikan sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti dan Akademisi Penelitian ini masih terbatas pada aspek struktural dan semiotik. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya dapat mengembangkan kajian dengan: a) Menggunakan pendekatan hermeneutik, stilistik, atau dekonstruksi untuk memperluas interpretasi makna. b) Membandingkan puisi ini dengan karya-karya lain Sapardi seperti Aku Ingin atau Hujan Bulan Juni untuk menemukan pola simbolik yang konsisten. c) Melakukan analisis intertekstual antara puisi Sapardi dan karya penyair lain yang mengusung tema serupa seperti Chairil Anwar atau Goenawan Mohamad. Kajian lanjutan diharapkan dapat memperkaya pemahaman tentang gaya personal dan dunia makna yang dibangun Sapardi dalam khazanah sastra Indonesia modern. 2. Bagi Pengajar Bahasa dan Sastra Indonesia Guru dan dosen dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan ajar dalam pembelajaran apresiasi puisi. Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" dapat dijadikan contoh dalam: a) Mengajarkan analisis struktural dan semiotik kepada siswa atau mahasiswa. b) Mengembangkan kemampuan interpretatif siswa terhadap simbol dan makna tersirat dalam karya sastra. c) Menumbuhkan sikap reflektif dan apresiatif terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam karya sastra. Melalui pembelajaran yang berbasis makna, siswa tidak hanya memahami struktur puisi secara teknis, tetapi juga belajar menghargai kehidupan dan kemanusiaan melalui keindahan bahasa. 3. Bagi Pembaca dan Peminat Sastra Puisi ini dapat menjadi sumber refleksi bagi pembaca tentang makna hidup dan kematian. Diharapkan pembaca tidak hanya menikmati keindahan bahasa, tetapi juga menemukan kedalaman spiritual yang disampaikan penyair. Karya Sapardi mengajarkan bahwa setiap manusia dapat "hidup selamanya" melalui jejak makna yang ditinggalkan dalam kata, perbuatan, dan cinta. 4. Bagi Dunia Sastra dan Budaya Puisi ini menunjukkan bahwa sastra memiliki peran penting dalam membentuk kesadaran manusia akan waktu, cinta, dan kematian. Sastra bukan sekadar hiburan, melainkan media pengetahuan dan spiritualitas. Institusi kebudayaan, penerbit, dan komunitas literasi diharapkan terus mendorong kegiatan apresiasi sastra yang menekankan nilai-nilai reflektif seperti yang dihadirkan Sapardi Djoko Damono. 5. Bagi Kehidupan Akademik dan Pengembangan Ilmu Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi metodologis bagi mahasiswa atau peneliti lain dalam menerapkan teori struktural dan semiotik secara terpadu. Pendekatan ini terbukti mampu menyingkap makna yang tersembunyi di balik teks sastra, sekaligus menghubungkan bentuk dengan isi secara ilmiah. Kajian seperti ini perlu terus dikembangkan agar penelitian sastra Indonesia memiliki dasar ilmiah yang kuat dan relevan dengan perkembangan teori sastra dunia. Secara keseluruhan, puisi "Pada Suatu Hari Nanti" merupakan manifestasi kesadaran manusia akan kefanaan yang dilawan melalui keabadian makna. Melalui struktur yang sederhana dan tanda-tanda yang simbolik, Sapardi Djoko Damono berhasil menorehkan karya yang tidak hanya indah secara estetis, tetapi juga mendalam secara filosofis. Analisis struktural menunjukkan keteraturan bentuk yang mendukung makna, sedangkan analisis semiotik mengungkap lapisan-lapisan simbol yang menandai perjalanan hidup manusia menuju keabadian spiritual. Dengan demikian, karya ini menjadi bukti bahwa puisi adalah bentuk komunikasi abadi antara penyair, pembaca, dan kehidupan itu sendiri. REFERENSI Abrams, M. H. (1999). A Glossary of Literary Terms (7th ed.). Boston: Heinle & Heinle. Damono, S. D. (1989). Hujan Bulan Juni. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Damono, S. D. (2018). Puisi-Puisi Pilihan Sapardi Djoko Damono: 1964-2018. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Endraswara, S. (2013). Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: CAPS. Endraswara, S. (2011). Metode dan Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: CAPS. Hartoko, D., & Rahmanto, B. (1986). Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius. Hoed, B. H. (2011). Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu. Junus, U. (1989). Analisis Struktural Sastra. Jakarta: Gramedia. Nurgiyantoro, B. (2015). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo, R. D. (2009). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pradopo, R. D. (2002). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, N. K. (2015). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: Dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Riffaterre, M. (1978). Semiotics of Poetry. Bloomington: Indiana University Press. Saussure, F. de. (1959). Course in General Linguistics. New York: The Philosophical Library. Teeuw, A. (1984). Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Wellek, R., & Warren, A. (1993). Teori Kesusastraan (terj. Melani Budianta). Jakarta: Gramedia. Zoest, A. van. (1993). Semiotika: Tentang Tanda, Cara Kerjanya, dan Apa yang Kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.a: COMUNICA Penulis ¦ Judul COMMUNICA Penulis ¦ Judul 2| | 3 COMUNICA: JOURNAL OF ISLAMIC MEDIA AND COMMUNICATION STUDIES Vol. 01 No. 01 Juni 2025 | Hal. 01-14 e-ISSN/p- ISSN : XXXX-XXXX/XXXX-XXXX https://ejournal.stidkinu.ac.id/index.php/COMMUNICA